Search This Blog

Thursday 3 January 2019

MAKALAH PENGELOLAAN KELAS / MAKALAH “Psikologi Pendidikan”


PENGELOLAAN KELAS
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Psikologi Pendidikan”








Kelas: II-B
Semester : II (dua)
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
MARET 2015



KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah, bahwa hanya dengan petunjuk dan hidayah-Nya penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan sampai di hadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga kiranya membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan pada masa sekarang dan yang akan datang. 
            Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Yang telah membawa kita ke dunia yang penuh dengan kedamaian.
            Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1.    Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag selaku rektor IAIN Tulungagung yang telah memberi izin kepada penyusun untuk mengumpulkan data sebagai penyusun makalah ini.
2.    Ibu Mirna Wahyu Agustina, M.Psi selaku dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan dan koreksi sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
3.    Teman-teman semuanya yang telah memberikan motivasinya serta semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusun makalah ini.
Sebagaimana pepatah yang menyatakan tiada gading yang tak retak, maka penulisan makalah inipun tentunya banyak dijumpai kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar kekurangan dan kelemahan yang ada tidak sampai mengurangi nilai dan manfaat bagi pengembangan studi Islam pada umumnya.

Tulungagung, 11 Maret  2015

Penyusun
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................        i
KATA PENGANTAR............................................................................        ii
DAFTAR ISI..........................................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah...................................................................        1
B.       Rumusan Masalah............................................................................        1
C.       Tujuan Pembahasan Masalah............................................................        2
D.      Batasan Masalah...............................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A.      Pengertian Dan Tujuan Pengelolaan Kelas.......................................        3
B.       Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas..................................................        4
C.       Pendekatan Pengelolaan Kelas………………………………….....       4
D.      Peraturan dan Tingkah laku di Dalam Kelas………………………       5
E.       Mengidentifikasi Masalah di Kelas……………………………….        9
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan.......................................................................................        15
B.       Saran.................................................................................................        15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….       16








BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah.
Persyaratan utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien ialah tersedianya pendidik yang mampu memenuhi pengelolaan kelas yang efektif. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan pendidik harus mampu menciptakan kondisi kelas yang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan bermutu. Kualitas proses dan hasil pembelajaran yang optimal diperlukan guru atau dosen yang mampu mengelola kelas. Salah satu indikator yang menyatakan bahwa pendidik yang profesional adalah memiliki kemampuan mengelola kelas, yaitu menyediakan suasana yang kondusif untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Apabila belum kondusif maka seorang pendidik harus berupaya seoptimal mungkin untuk menguasai, mengatur dan membenahi, serta menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pendidik dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga peserta didik dapat belajar dengan nyaman dan menyenamgkan. Suasana kelas yang kondusif dan optimal dalam proses pembelajaran dapat tercapai jika pendidik mampu mengatur peserta didik dan sarana prasarana pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar mengajar serta dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul di dalam kelas.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi pengelolaan kelas ?
2.      Bagaimana ruang lingkup pengelolaan kelas ?
3.      Apa saja pendekatan dalam pengelolaan kelas ?
4.      Bagaimana  peraturan dan  tingkah laku didalam kelas ?
5.      Mengidentifikasi masalah – masalah dikelas.
C.       Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi pengelolaan kelas.
2.      Mengetahui ruang lingkup pengelolaan kelas.
3.      Mengetahui pendekatan dalam pengelolaan kelas.
4.      Mengetahui peraturan dan tingkah laku di dalam kelas.
5.      Dapat mengidentifikasi masalah – masalah dikelas.
D.  Batasan Masalah
Adapun permasalahan yang dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah tentang pengelolaan kelas. Untuk memberikan kejelasan materi dan menghindari meluasnya pembahasan, maka pembahasan dibatasi pada :
1.      Definisi pengelolaan kelas.
2.      Ruang lingkup pengelolaan kelas.
3.      Pendekatan dalam pengelolaan kelas.
4.      Peraturan dan  tingkah laku didalam kelas.
5.      Mengidentifikasi masalah – masalah dikelas.





















BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Definisi dan Tujuan Pengelolaan Kelas.
Definisi Pengelolaan Kelas Berdasarkan penelitian Edmund, Emmer, dan Carolyn Evertson (1981),pengelolaan kelas didefinisikan seperti berikut.
1.    Tingkah laku guru yang dapat menghasilkan prestasi siswa yang tinggi karena ketertiban siswa di kelas.
2.    Tingkah laku siswa yang tidak banyak mengganggu kegiatan guru dan siswa lain.
3.    Menggunakan waktu belajar yang efisien[1].
 Menurut Arikunto yang dikutip oleh Sulistiyorini memberikan pengertian pengelolaan kelas sebagai suatu usaha yang bertanggung jawab kegiatan belajar mengajar yang membantu dengan maksud agar mencapai kondisi optimal sehingga dapat telaksana kegiatan seperti yang diharapkan.[2]
Menurut Depdikbud juga menjelaskan pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik.[3]
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah proses atau upaya yang dilakukan oleh seorang guru secara sistematis untuk menciptakan dan mewujudkan kondisi kelas yang dinamis dan kondusif dalam rangka menciptakan kelas yang efisien dan efektif.
Tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam – macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap apresiasi para siswa.[4]

3
 

B.  Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas.
Ruang lingkup pengelolaan kelas dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1.      Pengelolaan kelas yang memfokuskan pada hal – hal yang bersifat fisik.
Pengelolaan kelas yang memfokuskan pada hal – hal yang bersifat fisik berkaitan dengan ketatalaksanaan atau pengaturan kelas yang merupakan ruangan yang dibatasi oleh dinding tempat siswa berkumpul bersama mempelajari segala yang diberikan oleh pengajar, dengan harapan proses belajar mengajar bias berlangsung secara efektif dan efisien. Pengelolaan kelas yang bersifat fisik  ini meliputi pengadaan dan pengaturan tempat duduk siswa, alat – alat pelajaran, dan lain – lain sebagai inventaris kelas.
2.      Pengelolaan kelas yang mengfokuskan pada hal – hal yang bersifat non fisik.
Hal-hal yang bersifat non fisik ini berkaitan dengan pemberian stimulus dalam rangka membangkitkan dan mempertahankan kondisi motivasi siswa untuk secara sadar berperan aktif dan terlibat dalam proses pendidikan dan pembelajaran disekolah. Manivestasinya dapat berbentuk kegiatan, tingkah laku, suasana yang diatur atau diciptakan. Guru dengan menstimulasi siswa agar dapat berperan aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran secara penuh.[5]

C.   Pendekatan Pengelolaan Kelas.
1.    Pendekatan Perubahan Perilaku (Behaviuor Modification Approach).
Dalam pendekatan perilaku ini dapat dikemukakan bahwa mengabaikan perilaku siswa yang tidak di inginkan dan menunjukkan persetujuan atas perilaku yang diinginkan adalah amat efektif dalam menumbuhkan perilaku yang baik bagi para siswa dikelas, sedangkan menunjukkan persetujuan atas perilaku siswa yang baik merupakan kunci pengelolaan kelas yang efektif. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku, sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik.
2.    Pendekatan iklim sosioemosional (socio Emotional climate approach).
Menurut Rogers  William Glasser bahwa mengajar perlu bersifat tulus terhadap siswanya, menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, serta memahami siswa dari sudut siswa itu sendiri, sedangkan Glaser lebih menekankan pada pentingnya pengajar membina rasa tanggung jawab dan harga diri siswa. Adapun Rudolf menekankan pentingnya proses suasana dalam kelas yang demokratis. Pendekatan Sosio-Emosional, guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau sikap melindungi.[6]
3.    Pendekatan Ancaman, dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.
4.    Pendekatan Kebebasan, pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja.
5.    Pendekatan Pengajaran, menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
6.    Pendekatan Kerja Kelompok, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok.

D.       Peraturan dan  Tingkah Laku Di Dalam Kelas.
Mulailah peraturan-peraturan pada permulaan tahun pengajaran secara tepat. Emmer et.al. (1980) mempelajari kegiatan-kegiatan guru pada permulaan tahun dikorelasikan dengan tingkah laku siswa pada akhir tahun pelajaran. Mereka membandingkan antara guru yang mengajar dengan selalu memberikan tugas secara teratur dan guru yang memberikan tugas tidak teratur. Mereka terencana dengan baik, prestasi siswa-siswa lebih bagus dari pada kelas yang tidak diberikan tugas secara teratur dan terencana pada permulaan tahun.
1.        Mengembangkan Sistem Pengelolaan Kelas yang Efektif Evertson dan Emmer (1982) menyampaikan tiga pokok penting dalam pengelolaan kelas yang efektif, yaitu merencanakan pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sebelum tahun ajaran baru, mengatur mata pelajaran selama beberapa minggu pertama, dan mengembangkan perilaku untuk melaksanakan dan mengatur sistem dalam setahun.
2.        Rencana Sebelum Dimulai Ajaran Baru Fase membuat perencanaan mengatur kelas meliputi tiga langkah, yaitu:
a.          Menentukan tingkah laku siswa yang diharapkan.
b.         Menerapkan harapan-harapan ke dalam prosedur dan aturan-aturan
c.         Mengidentifikasi konsekuen-konsekuen
3.        Kegiatan Pada Tahun Ajaran Baru Tahun ajaran baru adalah penting karena guru dapat merumuskan sistem aturan-aturan dan prosedur-prosedur, dan siswa-siswa dapat mengembangkan harapan-harapan tentang tingkah laku mereka dikelas. Evertson dan Emmer 91982b) menyarankan prosedur berikut untuk minggu-minggu pertama masuk dikelas.
a.    Sisihkan beberapa waktu pada hari-hari pertama atau pada pertemuan pertama dikelas untuk membicarakan aturan-aturan.
b.    Beritahukan pada siswa-siswa mengenai tata cara dalam kelas sesistematis mungkin.
c.    Beritahukan prosedur atau tata cara seperti yang dibutuhkan oleh siswa-siswa untuk menghadapi aspek-aspek khusus dalam kelas sehari-hari.
d.   Libatkan anak dalam tugas-tugas yang mudah dan pujilah keberhasilan mereka dalam sehari-hari pertama disekolah.
e.    Gunakan kegiatan-kegiatan hanya dengan memusatkan pada seluruh kelompok atau yang memerlukan prosedur secara sederhana, paling sedikit beberapa hari pada hari-hari pertama masuk sekolah.
f.     Jangan mengasumsikan siswa-siswa mengerti bagaimana pelaksanaan prosedur atau tata cara dalam satu kali percobaan. Dengan kata lain, guru yang hanya menerangkan sekali bukan berarti bahwa siswa segera mengerti apa yang guru katakan sehingga mereka dapat melakukan. Tanyakan pada siswa apakah mereka mengerti dan dapat melakukan tata cara atau prosedur di dalam kelas.
4.        Mempertahankan Sistem Pengelolaan Kelas yang Efektif Sepanjang Tahun.
Guru harus memonitor tingkah laku siswa dengan hati-hati untuk melihat apakah aturan dan prosedur-prosedur itu diikuti. Tujuan untuk memonitor ini adalah untuk mendeteksi tingkah laku yang tidak tepat, sebelum tingkah lakuitu menjadi masalah utama, dan untuk menjelaskan kemungkinan terjadi kesalahpahaman pada siswa terhadap apa yang sebetulnya guru harapkan. Guru kadang-kadang melihat dan mengamati siswa-siswa yang sedang melakukan tugas sekolah, berkeliling mengecek apakah semua siswa bekerja dengan baik. Memonitoring pada permulaan tahun amat penting untuk mengetahui apakah tingkat kesulitan pekerjaan rumah dan tugas-tugas lain sesuai dengan tingkat kemampuannsiswa dikelas. Jika siswa-siswa mengalami kesulitan, guru dapat memutuskan untuk mengubah pendekatan instruksional yang diperlukan. Aspek lain dalam mempertahankan sistem pengelolaan yang baik ialah mengatur timgkah laku yang tepat tidak menjadi perhatian siswa karena guru tidak menyampaikannya, dan akibatnya kemungkinan akan terjadi masalah serius.
Evertson dan Emmer (1982b) dalam studi mereka melaporkan, manajer-manajer yang efektif menggunakan metode yang langsung dan sederhana dalam menghadapi kegagalan. Dengan mengikuti aturan-aturan dan prosedur. Mereka membuat permintaan yang jelas berkenan dengan tingkah laku yang diharapkan dan menghindari reaksi yang berlebihan dan emosional, dengan menggunakan prosedur berikut.
a.    Sampaikan pada siswa untuk berhenti bertingkah laku yang tidak tepat atau tidak baik. Guru terus menerus kontak dengan siswa sampai tingkah laku yang tepat dapat ditunjukan.
b.    Buatlah kontak mata dengan siswa sampai siswa kembali bertingkah laku yang baik. Ini cocok jika guru yakin bahwa siswa tahu prosedur apa yang benar.
c.    Ingatkan siswa akan aturan-aturan dan cara yang benar.
d.   Tanyakan pada siswa untuk mengidentifikasi prosedur-prosedur yang benar. Berikan umpan balik jika siswa tidak mengerti.
e.    Jatuhkan konsekuensi atau hukuman terhadap suatu pelanggaran terhadap prosedur atau tatanan atau aturan. Hukuman untuk pelanggaran suatu aturan dilaksanakan secara sederhana sampai aturan itu ditepati dengan benar. Jika siswa mengerti prosedur dan aturan, tetapi tidak melaksanakan atau mengikuti dengan semestinya dan mengatakan alesan yang tidak tepat, guru dapat menggunakan hukuman ringan, misalnya haknya dikurangi.
f.     Mengubah aktivitas. Kadang-kadang penyimpangan tingkah laku terjadi jika siswa bosan dengan tugas - tugas mereka atau menghafal materi pelajaran yang kurang berguna.
Aspek pendekatan Evertson dan Emmer dalam merumuskan sistem pengelolaan yang efektif adalah mengembangkan tanggung jawab siswa (accountability). Fase ini meliputi beberapa tingkah laku penting.
a.    Jelaskan tugas-tugas pekerjaan termasuk detail-detail selengkap mungkin, kapan hari terakhir dikumpulkan, dan bagaimana prosedur menyusun tugas.
b.    Komunikasikan tugas-tugas sehingga tiap siswa tahu secara tepat apa yang harus dilakukan dan bagaimana prosedur menyusun tugas.
c.    Monitoring pekerjaan siswa selama dikelas dengan berkeliling diantara siswa dan mengecek secara sistematis kemajuan setiap siswa.
d.   Periksa tugas siswa untuk memberikan umpan balik terhadap tugas yang diberikan dan untuk memperbaiki tugas yang akan datang.
e.    Berikan umpan balik kepada siswa dengan mengembalikan pekerjaan siswa secepat mungkin. Tanggung jawab yang utama adalah mengomunikasikan kepada siswa apa yang betul-betul guru maksudkan, apa yang guru katakan, dan prosedur atau aturan-aturan apa yang telah guru buat untuk dikembangkan pada hari-hari pertama tahun ajaran baru. Semua ini tidak akan membuat siswa menunggu terlalu lama hal-hal yang tidak konsisten antara apa yang guru katakan dan apa yang guru lakukan.[7]


E.        Mengidentifikasi masalah di kelas.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan atau individual dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :
1.   Masalah Individual.
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
a.       Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.


b.      Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan).
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
c.       Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
d.      Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok. Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah individu seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.
a.         Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
b.          Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
c.         Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
d.         Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
2.      Masalah Kelompok.
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
a.         Kurangnya kekompakan.
Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
b.         Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
c.         Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok.
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
d.        Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
e.         Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
f.          Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
g.         Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.[8]



















BAB III
PENUTUPAN

A.      Kesimpulan
1.    Pengelolaan kelas adalah proses atau upaya yang dilakukan oleh seorang guru secara sistematis untuk menciptakan dan mewujudkan kondisi kelas yang dinamis dan kondusif dalam rangka menciptakan kelas yang efisien dan efektif. Tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam – macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap apresiasi para siswa.
2.    Ruang lingkup pengelolaan kelas dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Pengelolaan kelas yang memfokuskan pada hal – hal yang bersifat fisik dan yang non fisik.
3.    Pendekatan pengelolaan kelas yaitu pendekatan perubahan perilaku (behaviuor modification approach), pendekatan iklim sosioemosional (socio emotional climate approach), pendekatan kekuasaan, pendekatan ancaman, pendekatan kebebasan, pendekatan resep, pendekatan pengajaran, pendekatan kerja kelompok, pendekatan elektis atau pluralistic.
4.    Peraturan dan tingkah laku di dalam kelas diantaranya yaitu, mengembangkan sistem pengelolaan kelas yang efektif, rencana sebelum dimulai ajaran baru, kegiatan pada tahun ajaran baru mempertahankan sistem pengelolaan kelas yang efektif sepanjang tahun.
5.    Banyak permasalahan di dalam kelas secara individual ataupun kelompok.
6.    Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan jangankan bagi guru yang baru menerjunkan diri kedalam dunia pendidikan, bagi guru yang sudah professional pun sudah merasakan betapa sukarnya mengelola kelas, namun begitu tidak pernah guru merasa jemuh dan kemudian jera mengelola kelas setiap kali mengajar di kelas. Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan dengan ketidak mampuan guru mengelola kelas, dari kegagalan itu adalah prestasi, belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan karena itu,pengelolaan kelas merupakan kopetensi guru yang sangat penting di kuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar – mengajar.
B.       Saran
1.      Seharusnya, para pendidik harus bisa mengelola kelas secara efektif, karena dapat mempermudah pembelajaran dikelas
2.      Seharusnya, para pelajar harus mematuhi tata tertib dikelas, agar pembelajaran dikelas dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
















DAFTAR PUSTAKA
Djiwandono, Sri Esti Wuryani, Psikologi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta : PT. Grasindo, 2002)
Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Elkaf, 2006)
http://soffia-az.blogspot.com/2012/01/makalah-psikologi-pendidikan-pengolaan.html




[1]   Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan Edisi Revisi,(Jakarta : PT. Grasindo,2002), h.264
[2] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya : Elkaf,2006), h.65
[3] Ibid
[4] Ibid.,h.68
[5] Sulistiyorini, Manajemen pendidikan Islam  . . . , h.67
[6] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam . . . , h. 69
[7] Sri Esti Wuryani Djiwandono , Psikologi Pendidikan Edisi Revisi . . . , h.295- 302.
[8] http://soffia-az.blogspot.com/2012/01/makalah-psikologi-pendidikan-pengolaan.html


1 comment:

  1. ทางเข้า pg slot 88 แล้วกรอกข้อมูลส่วนตัวของคุณลงในฟอร์มการสมัคร หลังจากนั้นก็เสร็จสิ้นขั้นตอนการสมัครแล้ว pg slot คุณจะได้รับชื่อผู้ใช้งานและรหัสผ่านเข้าสู่ระบบจากนั้นคุณก็สามารถเลือกเกมสล็อต

    ReplyDelete

MAKALAH KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM / DOWNLOAD MAKALAH

KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM MAKALAH DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MI DISUSUN OLEH: ...