Tulungagung, 14
april 2015 yaitu pertemuan kelima untuk mata kuliah Metodologi Studi Islam
(MSI), seperti biasa saya selalu bersemangat saat mata kuliah ini berlangsung
karena sselalu ada motivasi-motivasi yang disampaikan. Pada pertemuan kali ini
kita membahas tentang Studi Islam di Barat.
Studi islam di Barat
dikelompokkan menjadi dua : pertama, membahas sejarah dan dinamika perkembangan
studi islam di negeri Barat yang dilakukan mahasiswa Indonesia serta tokoh
lain; kedua, kondisi Islam di beberapa universitas di negeri Barat.
Dari perspektif sejarah
studi yang dilakukan orang Indonesia di Barat, sudah cukup lama. Menurut Harry
A. Poeze, mahasiswa Indonesia pertama yang melakukan studi di Barat yaitu di
Leiden, Belanda adalah Raden Mas Ismangoen Danoewinoto.
Pada masa ini dilatarbelakangi
oleh kepentingan politis pemerintah kolonial Belanda. Seiring perkembangan
zaman, studi ke negara Barat terus berkembang, dan berkonsentrasi pada bidang
ekonomi, polotik, pemerintah (belum mengambil focus khusus studi Islam). Focus
studi islam baru mulia setelah Indonesia merdeka.
Seperti biasanya pak Naim
selalu membuat guyonan agar mahasiswanya tidak ngantuk dan itu memang selalu
berhasil, tiap kali pak Naim membuat guyonan atau candaan kami langsung tertawa
dan bersemangat kembali. Selain itu pak Naim juga mnenyampaikan motivasi atau
kata-kata agar kita lebih bersemangat misalnya saja …………………
Orang pertama Indonesia
yang studi di Barat yaitu M. Rasjidi dan selanjutnya Harun Nasution. Setelah
kembali ke Indonesia Harun dikenal sebagai sarjana yang sangat konsisten
menyuarakan pluralistic approach.
Harun sangat intens mengembangkan studi Islam sebagai centre of excellence. Gagasan Harun yaitu melakukan perubahan dan
pembaruan sistem pendidikan di IAIN dengan mengubah sistem kuliah dengan
diskusi, budaya menulis ilmiah, dalam bentuk paper, makalah, da memperkenalkan
studi islam secara komprehensif.
Ada 3 model pendekatan
studi islam di barat :
1. Studi
islam dengan pendekatan filologis
2. Studi
islam denngan pendekatan ilmiah
3. Studi
islam dengan pendekatan fenomenologi-interpretatif
Hal yang diakui A. Azra
bahwa studi Islam di Barat tidak selamanya netral dari agama dan hal itulah
yang memunculkan beberapa kritikan tentang
kajian-kajian tentang Islam yang dilakukan di Barat cenderung
esensialis, cenderung di motivasi kepentingan-kepentingan politis dan merupakan
upaya untuk melestarikan kebenaran-kebenaran yang dicapai atas nama kehidupan
intelektual dan akademis. Kelebihan studi islam di Barat yaitu mahasiswa
menjadi pusat pengembangan, sedangkan dosen hanya mengarahkan.
No comments:
Post a Comment