Di pertemuan ke tujuh ini beliau,
(Dr. Ngainun Na’im, S.Ag. M.Pd.) dikelas PGMI 2B. beliau memulai dengan pemberitahuan system
penilaian dan pesan-pesan beliau untuk menjaga budaya membaca dan budaya
menulis karya ilmiah khususnya karya tulis. Beliau memaparkan bahwa seseorang
yang dapat mengembangkan satu potensi keahlian atau keunikan yang ada dalam diri,
seseorang dapat menghidupi kehidupannya dengan layak. Belau mencontohkan dengan
tukang cukur yang menghidupi keluarganya dengan satu keahlian dan keunikan yang
ada dalam diri. Selain itu beliau memberikan banyak motivasi-motivasi untuk
menempatkan usaha keras diposisi pertama dalam usaha pencapaian tujuan hidup.
Sesi berikutnya beliau mempersilahkan beberapa orang untuk
mempresentasikan hasil resumenya didepan kelas. Dimulai dari Leni Nurhafidah,
ia merupakan salahsatu mahasiswa dari sumatera yang masuk dalam kelas PGMI 2B.
dilanjutkan dengan Laila Dwisafitri kemudian disusul Novi Isdianawati.
Sesi ketiga (sesi yang paling ditunggu tunggu mahasiswa PGMI 2B), Dr.
Ngainun Na’im, S.Ag. M.Pd. memberikan penjelasan yang begitu menarik untuk
dipelajari. Inilah nilai tambah dari beliau, beliau mampu membawa mata kuliah METODOLOGI
STUDI ISLAM dengan sangat baik, memberi pemahaman begitu luas kepada
mahasiswa dengan cara beliau sendiri yang banyak canda gurau tetapi tidak
melenceng dari tema. Diawal penjelasan, beliau menjelaskan topic pertemuan
minggu lalu yang tidak terbahas karena adanya tugas UTS.
Dalam penjelasan beliau, meliau menuturkan bahwa studi islam di Indonesia
terbagi menjadi 5 fase yang menarik. Pertama, yaitu fase studi islam
sejalan dengan masuknya islam di Indonesia. Islam masuk ke Indonesia bukan
serta merta melalui penyebaran saja, tetapi belajar juga mempengaruhi masuknya
islam. Metode Belajar lebih efektif dalam penyebaran islam secara kaffah dengan
menghasilkan muslim dan muslimat yang unggul. Kedua, studi islam di
Indonesia dipengaruhi Negara timur tengah dan asia selatan. Setelah
generasi awal studi islam, para pelajar
dari Indonesia yang melakukan pendidikan di timur tengah dan asia selatan
pulang ke Indonesia. Meraka menyebarkan hasil belajarnya sehingga terjadi
perubahan akibat pengaruh ajaran mereka. Hasil dari pengaruh ini, munculah
beberapa gerakan atau organisasi seperti Nahdhatul Ulama, dan Muhammadiyah.
Ketiga, pada fase ini
studi islam diindonesia mengalami stagnasi akibat suasana Indonesia yang kacau
dalam peperangan (pra kemerdekaan- 1970 an). Sejak fase kedua, Indonesia menghadapi
berbagai peperangan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya itu,
setelah kemerdekaan Indonesia masih harus menghadapi gencatan senjata dengan
sekutu. Serta pertikaian-pertikaian lainnya. Kondisi ini membuat masyarakat Indonesia
lebih focus kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia dan mengesampingkan studi
islam.
Keempat, studi islam mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Pada fase ini masyarakat islam Indonesia terlalu fanatic dan
menjunjung tinggi Idealism masing-masing sehingga tidak jarang terjadi pertikaian
dalam masyarakat. Dari sini muncul tokoh
besar Nurcholis Madjid dengan statemen “Islam YES, Partai Islam NO” yang
membawa dampak besar dalam islam Indonesia. Nurcholis Madjid mengajak
masyarakat islam untuk memperjuangkan islam, bukan memperjuangkan ajaran atau formalitas
islam. Ia memperkenalkan pluralism dalam agama sehingga terwujud masyarakat
yang saling menghargai dan damai.
Kelima, fase
kembalinya pelajar dari barat ke Indonesia dengan metodologi pengkajian islam
yang baru. Setelah lulus dari perguruan tinggi mereka, pelajar dari Indonesia yang
melakukan pendidikan di barat tentu kembali dan menerapkan hasil belajar mereka
di Indonesia. Indonesia mulai terpengaruh dengan metodologi baru hasil belajar
mereka dibarat. Pertama, Sebelum tahun 1970, mayarakat Indonesia memahami
islam dengan pendekatan teologis normative dalam arti menerima apapun
yang telah ada didalam sumber hukum dan ajaran agama islam secara tekstual
dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Kedua, pendekatan sosio historis. Yaitu mengaitkan
antara tekstual ajaran islam atau sejarah hokum dengan realitas dalam
masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman. Pendekatan ini tak jarang
menggeser hokum agama islam karena tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman.
Dr. Ngainun Na’im, S.Ag. M.Pd. memberikan contoh seperti
permasalahan wudhu dan shalat seseorang dalam perjalanan atau tergesa-gesa. Dizaman
yang lalu, seseorang diperbolehkan berwudhu dengan tidak membuka sepatu
melainkan cukup mengusap sepatunya dengan air saat wudhu dan melakukan shalat
di masjid tanpa melepas sepatunya. Namun jika dibenturkan dengan keadaan perkembangan
zaman saat ini, tentu hal tersebut adalah perkara yang tidak boleh dilakukan
mengingat kondisi masjid dizaman dahulu yang hanya bangunan berdiri dan tanah
sebagai lantainya. Sangat berbeda dengan kondisi masjid yang begitu megah saat ini.
Tentu perbuatan itu akan menjadi masalah yang dapat mengakibatkan konflik
dengan orang lain.
Ketiga, pluralism sebaga center
of excellen yaitu melihat sesuatu dari segala aspek kehidupan secara utuh
maka ditemukan kesimpulan pengambilan keputusan hokum terhadap sesuatu.
No comments:
Post a Comment