KONSEP BELAJAR
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah :
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen
Pengampu :
Disusun
oleh :
1. Ismi
Arum Fujiana (1725143133)
2. Nindi
Alfi Riyanti (1725143210)
3. Moh.Mahmud
Fauzi (1725143180)
KELAS: PGMI II-B
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
(FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
MARET
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk dan hidayah-Nya
lah tugas membuat makalah mata kuliah Psikologi Pendidikan dengan tema “Konsep Belajar” dapat terselesaikan.
Sholawat
serta salam tidak lupa kami panjatkan kehadirat Nabi agung Muhammad SAW, yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang
yakni agama islam.
Selesainya
penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak
Dr.Maftukhin, M.Ag selaku rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk belajar di IAIN Tulungagung.
2. Ibu
Mirna Wahyu Agustina, M.Psi selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan
yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
3. Rekan-rekan
PGMI II-B yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
4. Semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis memohon ma’af yang sebesar-besarnya atas
ketidak sempurnaan dari makalah ini. Dengan demikian penulis mengundang para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah
ini dapat tersusun lebih baik lagi. Terimakasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan
kesehatan bagi kita semua. Amin ya robbal’alamin.
i
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR
ISI.......................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan
Penulisan Makalah........................................................ 1
D. Batasan
Masalah....................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Belajar................................................................... 3
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar............................. 5
C.
Proses dan Fase Belajar.......................................................... 9
D.
Teori-teori Belajar................................................................... 11
E.
Macam-macam Perwujudan Perilaku Belajar......................... 13
BAB
III PEMBAHASAN..................................................................... 17
BAB IV PENUTUP
1.
Kesimpulan............................................................................. 19
2.
Saran....................................................................................... 19
DAFTAR RUJUKAN............................................................................ 21
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Belajar merupakan kegiatan yang tidak asing lagi di
kalangan kita. Seperti di era sekarng ini, belajar seolah-olah dianggap sebagai
tuntutan yang wajib bagi setiap orang. Tidak hanya bagi mereka yang masih muda,
akan tetapi mereka yang sudah dewasa atau terbilang sudah tua dituntut untuk
belajar agar mampu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan zaman.
Belajar dalam seyogianya dijalankan selama hayat di
kandung badan atau bisa dikatakan seumur hidup. Berkaitan dengan kegiatan
belajar di tengah-tengah masyarakat mengemuka ungkapan “masa muda adalah masa
belajar”. Ungkapan tersebut dimaksudkan bahwa setiap orang muda sudah
semestinya mempersiapkan diri untuk memperoleh segala sesuatu yang berguna bagi
hidupnya di kemudian hari.
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan
beberapa hal mengenai konsep belajar yang meliputi, definisi belajar, faktor
belajar, proses dan fase belajar, teori-teori belajar serta macam-macam
perwujudan perilaku belajar.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
definisi dari belajar ?
2. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
3. Bagaimanakah
proses dan fase belajar ?
4. Apa
saja yang termasuk dalam teori-teori belajar ?
5. Bagaimana
macam-macam perwujudan perilaku belajar ?
C. Tujuan
Masalah
1. Mendiskripsikan
definisi belajar.
2. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
3. Mengetahui
proses dan fase belajar.
4. Mengetahui
beberapa teori-teori yang termasuk dalam belajar.
5. Mengetahui
macam-macam perwujudan perilaku belajar.
D. Batasan
Masalah
Makalah ini hanya membahas konsep dalam belajar,
yakni mengenai definisi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar,
proses dan fase belajar, teori-teori belajar, serta macam-macam perwujudan
perilaku belajar.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Definisi
Belajar
Arti
kata belajar di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah suatu usaha memperoleh
kepandaian atau ilmu. Sedangkan dalam kamus Bahasa Inggris terdapat empat macam
arti belajar, yakni memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, dan mendapat informasi
atau menemukan.[1]
Beberapa
ahli menguraikan definisi dari belajar sebagai berikut :
a.
Arthur
J. Gates
Menurut
Arthur, yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman
dan latihan (learnig is the modification
of behavior through experience and training).
b.
L.D.
Crow and A. Crow
Ahli
ini berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses aktif yang perlu dirangsang
dan dibimbing ke arah hasil-hasil yang diinginkan (dipertimbangkan). Belajar
adalah penguasaan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap (learning is an active process that need to
be simulated and guided toward desirable outcome. Learning is the acquisition
of habits, knowledge, and attitudes).
c.
Gregory
A. Kimble
Belajar
menurut Gregory A. Kimble adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam
potensialitas tingkah laku yang terjadi pada seseorang atau individu sebagai
suatu hasil latihan atau praktik yang diperkuat dengan pemberian hadiah. (learning as a relatively permanent change in
behavioral potentiality that occurs as a result of reinforced practice).[2]
d.
Morgan[3]
Morgan
dalam buku Introduction to Psychology
(1978) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.
e.
Whiterington
Whiterington,
dalam buku Educational Psychology
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
Dari berbagai definisi belajar yang
telah dikemukakan para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
hakikatnya belajar adalah proses penugasan tertentu sesuatu yang dipelajari.
Penugasan tersebut dapat berupa memahami (mengerti), merasakan, dan dapat
melakukan sesuatu.
Bertolak dari berbagai pemikiran para
ahli tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau usaha
yang disadari untuk meningkatkan kualitas kemampuan atau tingkah laku dengan
menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap. Belajar secara
formal adalah usaha menyelesaikan program pendidikan di sekolah atau perguruan
tinggi dengan bimbingan guru atau dosen. Sedangkan belajar secara otodidak atau
disebut juga selfstudy atau belajar
mandiri adalah belajar yang dilakukan di luar program pendidikan di sekolah atau
perguruan tinggi, tetapi melalui usaha sendiri. Sebagai hasil dari belajar
tersebut dapat mencakup beberapa aspek antara lain adalah aspek pengetahuan,
ketrampilan, sikap dan nilai.[4]
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Belajar
Telah
dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang menimbulkan terjadinya
suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan.
Berhasil atau tidaknya perubahan tersebut tergantung pada bermacam-macam
faktor. Adapun faktor-faktor tersebut, dapat dibedakan menjadi dua golongan
yakni :
1. Faktor
internal (faktor dari dalam diri anak), yakni keadaan atau keadaan jasmani dam
rohani, faktor ini dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Aspek
Fisiologis
Aspek
fisiologis meliputi hal-hal yang bersifat jasmaniah. Kondisi jasmani yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran. Kondisi
organ khusus pada anak, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera
penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi
dan pengetahuan yang disajikan.
2.
Aspek
Psikologis
Aspek
psikologis meliputi hal-hal yang bersifat rohaniah. Pada umumnya faktor-faktor
rohaniah yang dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut :
a. Kecerdasan/Intelegensi
Intelegensi
pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan
atau untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan cara yang tepat. Pada
umumnya tidak semua anak memiliki intelegensi yang sama dalam mempelajari suatu
mata pelajaran dan kecakapan-kecakapan yang lainnya, untuk menolong terjadinya
ketidakadilan yang terjadi antara anak yang memiliki intelegensi yang tinggi
dan anak yang berintelegensi dibawah rata-rata perlu adanya perhatian khusus
dari seorang guru yang profesional, sehingga anak itu tetap merasa adil dan
tidak merasa bosan ataupun tertinggal.
b. Sikap
Sikap
(attitude) adalah gejala internal
yang berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif
tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif. Sikap anak dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau
tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.
c. Bakat
Secara
umum, bakat (aptitude) adalah
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada
masa yang akan datang. Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada
upaya pendidikan dan latihan. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya
prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Oleh karena itu, sebagai
orangtua hendaknya menyekolahkan anak pada jurusan yang sesuai dengan bakat
yang dimiliki oleh anak tersebut, karena apabila orang tua terlalu memaksakan
kehendak pada akhirnya akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik atau
hasil prestasi belajar anak.
d. Minat
Secara
sederhana minat (interest) diartikan sebagai kecenderungan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat sama halnya dengan kecerdasan,
sikap dan bakat, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, anak akan
menjadi tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam
konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu
membangkitkan minat anak agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan
dihadapainya atau dipelajarinya.
e. Motivasi
Motivasi
merupakan pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu hal dalam bidang tertentu
sehingga pada akhirnya orang tersebut dapat menjadi seorang spesialis dalam
bidang yang telah dipilihnya tersebut. Motivasi diberikan kepada anak oleh guru
atau orang tua, dimana motivasi ini ditujukan supaya dalam diri anak tersebut
muncul suatu dorongan atau hasrat untuk belajar, sehingga anak tersebut dapat
menyadari apa guna belajar dan tujuan yang hendak dicapai apabila diberi
perangsang dan motivasi yang baik dan sesuai.
2. Faktor
eksternal (faktor dari luar diri anak), faktor eksternal terdiri atas dua macam
yakni :
1.
Faktor
Lingkungan Sosial
Yang
termasuk dalam lingkungan sosial antara lain adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
a.
Lingkungan
keluarga
Suasana
dan keadaan keluarga yang bermacam-macam
mau tidak mau turut serta dalam menentukan bagaimana dan sampai dimana
belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak.
b.
Lingkungan
sekolah
Keberadaan
para guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar anak. Para guru atau staf administrasi yang menunjukkan sikap
dan perilaku yang memperlihatkan suri tauladan yang baik dalam hal belajar akan
menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.
c.
Lingkungan
masyarakat
Kondisi
lingkungan masyarakat tempat tinggal anak juga dapat mempengaruhi tingkat
belajarnya. Misalnya, kondisi lingkungan masyarakat yang kumuh akan sangat
mempengaruhi aktivitas belajar anak. Kesulitan yang akan dihadapi anak tersebut
antara lain adalah kesulitan untuk mencari teman belajar atau berdiskusi.[5]
2.
Faktor
Lingkungan non Sosial
Faktor-faktor
yang termasuk dalam lingkungan non sosial adalah sebagai berikut :
a.
Lingkungan
alamiah
Lingkungan
alamiah seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar
yang tidak terlalu silau atau tidak terlalu gelap, suasana yang sejuk dan tenang
merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Apabila
lingkungan alamiah mendukung proses belajar anak akan berlangsung dengan
nyaman. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses
belajar anak akan terhambat.
b.
Faktor
instrumental
Faktor instrumental yaitu
perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan
lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan dan sebagainya. Ketersediaan serta
kelengkapan dari kedua perangkat belajar tersebut akan mempengaruhi aktivitas
belajar anak.
c. Faktor
materi pelajaran
Faktor materi pelajaran (materi
yang diajarkan) ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan anak begitu
juga dengan metode
mengajar guru, disesuaikan dengan
kondisi perkembangan anak.
C.
Proses
dan Fase Belajar
1.
Definisi
Proses Belajar
Proses
adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus”
yang berarti “berjalan ke depan”. Menurut Chaplin (1927), proses adalah Any change in any object or organism,
particularly a behavioral or psychological change (proses adalah suatu
perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan). Sedangkan menurut Reber
(1988) proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang menimbulkan
beberapa perubahan hingga tercapainya hasil tertentu. Dari kedua pendapat
tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa proses dapat diartikan sebagai
tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam
diri anak. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah
yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.
2.
Fase-fase
dalam Proses Belajar
Karena
belajar merupakan aktivitas yang berproses, maka di dalamnya terjadi
perubahan-perubahan yang bertahap. Tahapan tersebut timbul melalui fase-fase
yang saling berhubungan secara berurutan dan fungsional.
Menurut
Jerome S. Brunner, dalam proses pembelajaran, anak menempuh tiga fase yaitu :
a. Fase
informasi (tahap penerimaan materi)
Seorang
anak sedang menerima materi, diantara materi tersebut terdapat materi yang baru
dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan
memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
b. Fase
transformasi (pengubahan materi dalam memori)
Dalam
fase ini, informasi yang telah diperoleh dalam fase sebelumnya dianalisis atau
diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual
supaya kelak dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
c. Fase
evaluasi (penilaian penguasaan materi)
Dalam
fase evaluasi, anak menilai sendiri sampai sejauh mana pengetahuan (informasi
yang telah ditransformasikan) dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
Menurut
Wittig (1981) dalam bukunya psychology of
learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga fase atau
tahapan yaitu :
a. Acquisition
(tahap perolehan atau penerimaan informasi)
Pada
tahap ini, anak mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respon terhadapnya,
sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Proses acquisition dalam belajar merupakan tahapan yang paling mendasar.
Kegagalan dalam tahap ini mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.
b. Storage (tahap
penerimaan informasi)
Pada
tahap ini, anak secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan
perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition.
c. Retrieval
(tahap mendapatkan kembali informasi)
Tahap
retrieval pada dasarnya adalah upaya
atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang
tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku
tertentu sebagai respons atau stimulus yang sedang dihadapi.[6]
D.
Teori-teori
Belajar
Dalam
psikologi, teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus respons dan
teori-teori tingkah laku yang menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan
dengan stimulus yang didapat dalam lingkungannya. Proses yang menunjukkan
hubungan yang terus-menerus antara respons yang muncul serta rangsangan yang
diberikan dinamakan sebagai suatu proses belajar (Tan, 1981:91)
Berikut
adalah beberapa teori belajar :
1. Teori
Conditioning
Bentuk
paling sederhana dari belajar adalah conditioning. Karena conditioning sangat
sederhana bentuknya dan luas sifatnya, para ahli sering mengambilnya sebagai
contoh untuk menjelaskan dasar-dasar dari semua proses belajar. Meskipun
demikian, kegunaan conditioning sebagai contoh bagi belajar, masih menjadi
bahan perdebatan (Walker, 1967). Teori conditioning sendiri dipecah menjadi
dua, yaitu :
a. Conditioning
Klasik (Classical Conditioning)
Merupakan
suatu bentuk belajar yang kesanggupan untuk berespons terhadap stimulus
tertentu dapat dipindahkan pada stimulus lain.
Menurut
teori conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat-syarat (conditions)
yang kemudian menimbulkan respons. Yang terpenting dalam belajar, menurut teori
ini ialah, adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini
adalah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut
dari teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain
merupakan hasil dari conditioning, yakni hasil dari latihan-latihan atau
kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang tertentu yang
dialaminya dalam kehidupannya.
b. Conditioning
Operan (Operant Conditioning)
Istilah
conditioning operan (operant conditioning) diciptakan oleh Skinner dan memiliki
arti umum conditioning perilaku. Istilah “operan” berarti operasi (operation)
yang pengaruhnya mengakibatkan organisme melakukan perbuatan pada lingkungannya
(Hardy & Heyes: 1985, Reber: 1988).
Tidak
seperti dalam conditioning respons (yang responnya didatangkan oleh stimulus
tertentu), respons dalam conditioning operan terjadi tanpa didahului stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri
sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu.
2. Teori
Psikologi Gestalt
Teori
belajar menurut psikologi gestalt sering kali disebut insight full learning atau
field teori. Jiwa manusia, menurut aliran ini adalah suatu keseluruhan yang
berstruktur atau merupakan suatu sistem, bukan hanya terdiri atas sejumlah
bagian atau unsur yang satu sama lain terpisah, yang tidak mempunyai hubungan
fungsional. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan. Ia bebas memilih
cara bagaimana ia berinteraksi, stimulus mana yang diterimanya dan mana yang
ditolaknya.
Belajar
menurut pandangan psikologi Gestalt, bukan sekedar proses asosiasi antara
stimulus-respons yang kian lama kian kuat disebabkan adanya berbagai latihan
atau ulangan-ulangan. Menurut aliran ini, belajar itu terjadi apabila terdapat
pengertian (insight).pengertian ini muncul jika seseorang, setelah beberapa
saat, mencoba memahami suatu problem, tiba-tiba muncul adanya kejelasan,
terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain,
kemudian dipahami sangkut-pautnya, untuk kemudian dimengerti maknanya.[7]
E.
Perwujudan
Perilaku Belajar
Manifestasi
atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam
perubahan-perubahan sebagai berikut :
1. Kebiasaan
Setiaap
individu (siswa) yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya
akan tampak berubah. Menurut Burghardt dalam Syah (1996), kebiasaan tersebut
timbul karena proses penyusunan respons dengan penggunaan stimulasi yang
berulang-ulang.
Contoh:
siswa yang sedang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur bahasa yang keliru, akhirnya siswa tersebut akan
terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. Jadi, perubahan
berbahasa yang baik tersebut merupakan perwujudan perilaku belajar siswa tadi.
2. Keterampilan
Keterampilan
adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak
dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya.
Menurut Rebber (1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola
tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan
keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Luasnya konotasi mengenai keterampilan
sehingga mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain juga dapat dianggap
sebagai keterampilan.
Contoh:
seorang siswa mampu mendayagunakan teman-temannya di kelas sehingga muncul
aktifitas belajar bersama, siswa yang bersangkutan bisa dianggap terampil.
3. Pengamatan
Pengamatan
berarti proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indera-indera seperti mata dan telinga.
Contoh:
seorang anak yang baru pertama kali mendengar siaran radio akan mengira bahwa
penyiar radio tersebut benar-benar berada dalam kotak bersuara itu, akan tetapi
lambat laun melalui proses belajar akan diketahuinya bahwa yang terdapat dalam
radio adalah hanya suaranya saja, sementara penyiarnya berada jauh di studio
penyiar.
4. Berfikir
Asosiatif dan Daya Ingat
Berfikir
adalah merupakan berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang
lainnya. Berfikir asosiatif merupakan proses pembentukan hubungan antara
ransangan dengan respons.
Daya
ingat adalah bertambahnya simpanan materi dalam memori serta meningkatnya
kemampuan untuk menghubungkan materi tersebut dengan situasi yang sedang
dihadapinya.
Contoh:
seorang siswa mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal. Kemampuan
siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari ulang
tahun (maulid) Nabi Muhammad Saw hanya bisa didapat apabila ia telah
mempelajari riwayat hidup beliau.
5. Berpikir
Rasional dan Kritis
Berpikir
rasional dan kritis merupakan perwujudan perilaku belajar terutama yang
bertalian dengan pemechan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional
akan menggunakan prinsp-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab
pertanyaan bagaimana dan mengapa.
Contoh:
siswa memecahkan suatu permasalahan melalui debat atau diskusi.
6. Sikap
Dalam
arti sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Pada prinsipnya
sikap adalah suatu kecenderungan untuk siswa untuk bertindak dengan cara
tertentu. Perwujudan belajar siswa dapat ditandai dengan munculnya
kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju, dan baik)
terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.
7. Inhibisi
Secara
ringkas inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu
respons tertentu karena adanya proses respons lain yang sedang berlangsung.
Dalam hal belajar, yang dimaksud dengan inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk
mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, kemudian memilih
melakukan tindakan lainnya yang lebih baik.
Contoh:
seorang siswa yang telah mempelajari bahaya apabila tidak mematuhi rambu-rambu
lalu lintas, tidak akan melanggar rambu-rambu lalu lintas dan tertib
berkendara.
8. Apresiasi
Apresiasi
adalah suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu
(Chaplin,1982). Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai
penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda (abstrak maupun konkret) yang
memiliki nilai luhur.
Contoh:
seorang siswa yang mengalami proses belajar dalam menyanyi maupun menari
tradisional secara mendalam, maka tingkat apresiasinya terhadap nilai seni
tradisional akan mendalam pula.
9. Tingkah
Laku Afektif
Tingkah
laku efektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan
seperti: takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan
sebagainya. Tingkah laku tersebut tidak terlepas dari pengaruh pengalaman
belajar.
Contoh: seorang
siswa dapat dianggap sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia telah
menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang dipelajarinya lalu
dijadikannya sebagai sistem nilai diri. Kemudian dijadikannya sebagai penutup
diri kala suka maupun duka (Drajat,1985).[8]
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus: Anak kurang
mampu memahami cara mengatasi kesulitan belajar
Dalam
kasus ini, pemakalah mencoba memaparkan salah satu masalah yang dihadapi oleh
anak didik mengenai kegiatan belajar. Setiap anak memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam hal belajar, ada anak yang cepat menangkap apa yang telah
dipelajari, dan ada anak yang lambat dalam belajar. Seorang anak yang lambat
dalam belajar akan mengalami kesulitan, karena setiap akhir dari kegiatan
belajar anak tersebut merasa belum mampu untuk menangkap atau menguasai materi
yang seharusnya sudah dapat dikuasai, sedangkan guru akan terus melanjutkan pada
materi yang berikutnya. Akibatnya dalam hal tersebut anak akan mengalami
ketertinggalan dengan temannya yang dapat dengan cepat menangkap materi yang
diajarkan. Keterlambatan anak dalam menangkap materi akan mempengaruhi hasil
akademis yang tidak maksimal, hasil yang tidak maksimal tersebut akan
mempengaruhi kondisi psikologis anak, ia akan merasa minder dan tidak percaya
diri ketika berkumpul dengan teman-temannya yang memiliki hasil yang lebih baik
darinya.
Anak
yang mengalami masalah belajar tidak bisa dianggap remeh dan tidak bisa
ditinggalkan begitu saja karena dapat mempengaruhi dimasa yang akan datang
apabila dibiarkan begitu saja. Untuk mengatasi masalah belajar anak tersebut, bukan
hanya guru yang berperan tetapi juga orang tua dari anak itu sendiri. Upaya
yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi keterlambatan belajar anak tersebut adalah
:
1. Mengajak
komunikasi si anak, karena di sekolah guru berperan sebagai orang tua.
2. Menciptakan
suasana kegiatan belajar yang efektif dan efisien di sekolah.
3. Memberikan
bimbingan belajar secara khusus.
4. Memberikan
pengayaan-pengayaan kepada anak.
5. Selalu
memantau hasil belajar anak, dan memberikan pujian terhadap hasil apapun yang
didapatnya.
Sementara
upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah sebagai berikut :
1. Memahami
proses pekembangan berfikir anak.
2. Memberikan
dukungan dan motivasi yang penuh terhadap anak.
3. Menciptakan
suasana rumah yang harmonis, karena masalah keterlambatan belajar anak bisa
saja disebabkan oleh keadaan keluarga yang kurang harmonis.
4. Memasukkan
anak ke dalam lembaga bimbingan belajar.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Belajar
dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau usaha yang disadari untuk
meningkatkan kualitas kemampuan atau tingkah laku dengan menguasai sejumlah
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap.
2. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi belajar di bedakan menjadi dua yakni : faktor internal
dan faktor eksternal.
3. Fase-fase
dalam proses belajar menurut Jerome S Brunner adalah: fase informasi, fase
transformasi, dan fase evaluasi, sedangkan menurut Wittig adalah: acquisition, storage, retrieval.
4. Beberapa
teori belajar adalah teori conditioning yang dibagi menjadi teori conditioning
klasik dan teori conditioning operant, yang berikutnya adalah teori psikologi
gestalt.
5. Macam-macam
perwujudan perilaku belajar yaitu kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir
asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi,
apresiasi, dan tingkah laku afektif.
B.
Saran
1. Kepada
pemerintah hendaknya memberikan dukungan penuh terhadap proses belajar mengajar
dengan menyediakan sarana dan prasarana yang layak yang dapat digunakan untuk
menunjang keberhasilan proses belajar.
2. Kepada
para guru hendaknya memperhatikan anak didiknya sejak dini, sehingga ketika
anak tersebut mengalami masalah dalam belajar akan segera dapat melakukan
tindakan secepatnya untuk mengatasi masalah belajar anak tersebut sehingga
tidak berlanjut. Dan hendaknya seorang guru bisa kreatif menciptakan kegiatan
belajar yang efektif, efisien tidak monoton sehingga dapat menumbuhkan semangat
dan kreativitas anak.
3. Kepada
para orang tua hendaknya memberikan perhatian, dukungan dan motivasi-motivasi
yang sebaik-baiknya yang dapat menumbuhkan semangat anak dalam kegiatan
belajarnya.
DAFTAR RUJUKAN
Prawira,PurwaAtmaja.2013.Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru.Jojakarta:Ar-Ruzz
Media.
Purwanto,M.Ngalim.1990.Psikologi Pendidikan.Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
Syah,Muhibbin.1995.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Sobur,Alex.Psikologi Umum.2003.Bandung:CV Pustaka
Setia.
[1] PurwaAtmajaPrawira,Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru,Jojakarta,Ar-Ruzz
Media,2013:hlm.224.
[3] M.NgalimPurwanto,Psikologi Pendidikan,Bandung,PT Remaja Rosdakarya,1990:hlm.84.
[7] Alex Sobur,Psikologi Umum,Bandung,CV Pustaka
Setia,2003:hlm.223-232.
No comments:
Post a Comment