Monday, 28 September 2015

MAKALAH TUJUAN FUNGSI DAN CIRI CIRI ILMU PENDIDIKAN ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap tindakan manusia tentu mempunyai suatu tujuan. Sama halnya dengan dunia pendidikan, kerena dalam pendidikan tujuan sangat penting untuk menentukan arah yang hendak dicapai atau ditempuh dalam masyarakat tertentu. Tujuan pendidikan merupakan pusat atau titik acuan dalam dunia pendidikan. Sebab tanpa perumusan tujuan yang jelas, pendidikan akan salah langkah dan tidak sesuai harapan.
Demikian pula dengan pendidikan islam yang berusaha membentuk pribadi melalui proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensi dengan tujuan yang jelas dan direncanakan. Pendidikan islam harus menyadari betul dengan tujuan hakiki yang ingin dicapai dalam proses pendidikan.
Untuk itu pembahasan dalam makalah ini untuk menjelaskan tujuan pendidikan islam dan hal-hal yang terkait didalamnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian dan fungsi tujuan pendidikan islam?
2.      Bagaimana tujuan hidup manusia dalam perspektif islam?
3.      Bagaimana ciri-ciri manusia ideal dalam perspektif islam?
4.      Bagaimana rumusan tujuan akhir pendidikan menurut islam?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan pengertian dan fungsi pendidikan islam.
2.      Menjelaskan tujuan hidup manusia dalam perspektif islam.
3.      Menyebutkan ciri-ciri manusia ideal dalam perspektif islam.
4.      Menjelaskan rumusan tujuan akhir pendidikan menurut islam.
D.    Batasan Masalah
           Makalah ini hanya membahas tentang  tujuan  pendidikan islam yang meliputi pengertian dan fungsi tujuan pendidikan, tujuan hidup manusia dalam perspektif islam, ciri-ciri manusia ideal menurut perspektif islam, dan rumusan tujuan akhir pendidikan menurut islam.



















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian dan Fungsi Tujuan Pendidikan Islam
A.    Tujuan Pendidikan Islam
Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa : “al-umur bi maqashidiha”, bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang ditetapkan. Adagium ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada sederetan materi. Karena itulah, tujuan pendidikan islam menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain.
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan penilaian atau evaluasi usaha-usaha pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang: pertama, tujuan dan tugas hidup manusia. Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu (Al-Quran surat Al Imran: 191). Tujuan diciptakannya manusia untuk mengabdi kepada llah SWT. Indikasi tugasnya berupa ibadah (sebagai ‘abd Allah) dan tugas sebagai wakilnya di bumi (khalifah Allah). Firman Allah QS. Al-An’am :162
لاَشَرِيْكَ لَهُ’ وَبِذَ لِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
artinya : “sesungguhnya sholatku, ibadah ku, hidup ku,dan mati ku hanyalah untuk Allah, tuhan sekalian alami.”.
Kedua, memerhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia , yaitu konsep tentang manusia sebagai mahkluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah,bakat, minat, sifat, dan karakter, yang berkecenderungan pada al-hanief (rindu  akan kebenaran dari tuhan)  berupa agama islam  (qs.al-Kahfi:29) sebatas kemampuan, kapasitas, dan ukuran yang ada. Ketiga,tuntutan masyarkat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal islam. Dimensi kehidupan dunia ideal islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki. Namun demikian, kemelaratan dan kemiskinan dunia harus diberantas, sebab kemelaratan dunia bisa menjadikan ancaman yang menjerumuskan manusia pada kekufuran. Dalam hadits disebutkan :”kada al-faqr an yakuna kufran”, kemelaratan itu hampir saja mendatangkan kekafiran. Dimensi tersebut dapat memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi (QS al-qashash:77). Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negative dari berbagai gejolak kehidupan yang menggoda ketenteraman dan ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomi, maupun ideologis dalam hidup pribadi manusia.[1]
B.     Fungsi Pendidikan Islam
Fungsi pendidikan islam adalah menyediakan segala fasilitas yang dapat memungkinkan tugas-tugas pendidikan islam tersebut tercapai dan berjalan dengan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan yang bersifat struktural dan institusional.
Arti dan tujuan struktur adalah menuntut terwujudnya struktur organisasi pendidikan yang mengatur jalannya proses kependidikan, baik dilihat dari segi vertikal maupun segi horizontal. Faktor-faktor pendidikan bisa berfungsi secara interaksional (saling memengaruhi) yang bermuara pada tujuan pendidikan yang diinginkan. Sebaliknya arti tujuan institusional mengandung implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi didalam struktur organisasi itu dilembagakan untuk menjamin proses pendidikan yang berjalan secara konsisten dan berkesinambungan yang mengikuti kebutuhan dan perkembangan manusia dan cenderung kearah tingkat kemampuan yang optimal. Oleh karena itu, terwujudlah berbagai jenis dan jalur kependidikan yang  formal, informal dan non formal dalam masyarakat.
Fungsi pendidikan islam adalah sebagai berikut [2]:
1.      Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan bangsa.
2.      Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan yang secara garis besarnya melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan, dan melatih tenaga-tenaga manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi.
2.      Tujuan Hidup Manusia dalam Perspektif Islam.
Baik disadari atau tidak, akal serta potensi yang dimiliki manusia terbatas kemampuannya. Segala sesuatu yang ada pada bumi dan alam semesta ini, baik kuantitasnya maupun proses waktu yang dijalaninya, terbatas, sesuai dengan kadar yang telah ditentukan oleh penciptanya.
Dalam segala hajatnya manusia hanya dapat mencoba, mempelajari, meneliti, memahami dan memanfaatkan sunnatulloh yang ada pada dirinya dan yang ada pada bumi dan alam semesta. Sunnatulloh tersebut tidak dapat diubah, tidak dapat ditambah dan tidak dapat dikurangi. Karena itu manusia di muka bumi ini hendaknya sadar siapa dia, dari mana dia, dan mau kemana dia. Dia tak dapat berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan dengan sesamanya, dengan alam sekitarnya serta dengan penciptanya. Di dalam membina kehidupan, manusia pun tidak dapat hanya mengandalkan kemampuan akalnya semata, akan tetapi harus ada bimbingan serta petunjuk dari yang menciptakannya. Karena itulah, maka Allah yang maha tahu akan kelemahan yang ada pada diri manusia, memberikan bimbingan agar dalam kehidupannya manusia selalu mengucapkan :
اِهْدِ نَا الصِّرَ اطَ الْمُسْتَقِيْمَ
 “Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus” (QS. Al Fatihah:6).
Bagi mereka yang sadar akan fungsinya serta sadar dari mana dan mau kemana,  tentulah dia akan mengikuti rumusan tujuan hidup yang berasal dari penciptanya. Dia tidak akan keluar dan tidak akan menyimpang dari konsepsi yang di anugerahkan oleh Allah kepadanya semua peralatan yang ada pada dirinya dan semua fasilitas yang ada di bumi diperuntukkan Allah sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki, jika dia mau menyadarinya.
Selanjutnya tujuan hidup manusia harus bertitik tolak dari maksud dan kehendak Allah dalam menciptakan manusia, yaitu bahwa Allah menciptakan manusia tidak mengharapkan sesuatu, karena Allah adalah sumber dari segalanya. Allah tidak membutuhkan apapun dari manusia, akan tetapi sebaliknya manusialah yang benar-benar sangat membutuhkan serta menggantungkan segala kebutuhannya kepada Allah. Oleh sebab itu, maka manusialah yang sangat berkepentingan sekali untuk mendapatkan kasih sayang serta segala petunjuk dan karunia dari Allah. Keperluan manusia yang tanpa di minta sudah di sediakan serta apa yang di minta di kabulkan.
Pemberian atau karunia Allah kepada manusia sudah terlalu banyak serta tidak akan ternilai harganya menurut ukuran manusia. Oleh karena itu maka sepantasnyalah manusia mengharapkan keridhaan Allah atas segala pemberian dan karunia ini.
Jadi singkatnya, tujuan hidup manusia di muka bumi ini tiada lain hanya mengharapkan Ridha Allah saja, atau dengan istilah lain disebut mencari “mardlatillah”, baik dalam nikmat maupun dalam musibah. Karena hanya dengan Ridha-Nya lah kita bisa bertemu dengan Allah.[3]
3.      Ciri-Ciri Manusia Ideal dalam Perspektif Islam.
A.    Jasmani yang Sehat serta Kuat dan Berketrampilan.
Manusia yang Memiliki Jasmani yang Sehat serta Kuat dan Berketerampilan. Orang islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat, terutama berhubungan dengan keperluan penyiaran dan pembelaan serta penegakan ajaran islam. Islam menghendaki agar orang islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran islam (iman) adalah persoalan mental. Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, maka kesehatan jasmani pun penting pula. Karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan islam, maka sejak permulaan sejarahnya pendidikan jasmani (agar sehat dan kuat) diberikan oleh para pemimpin islam. Pendidikan itu langsung dihubungkan dengan pembelaan islam, yaitu berupa latihan memanah, berenang, menggunakan senjata, menunggang kuda, lari cepat (Al-Syaibani, 1979:503).
Jasmani yang berkembang dengan baik haruslah kuat (power); artinya orang itu harus kuat secara fisik. Cirinya yang mudah di lihat adalah adanya otot yang berkembang dengan sempurna. Hasil yang diperoleh ialah kemampuan beradaptasi yang tinggi, kemampuan pulih (recover) yang cepat, dan kemampuan menahan letih, yaitu tidak cepat letih. Tanda yang lain ialah aktif, berpenampilan segar.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan juga dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.[4]
B.     Cerdas serta pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai. Itulah ciri akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki informasi. Salah satu ciri muslim yang sempurna ialah cerdas serta pandai. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indicator-indikator sebagai berikut.
Pertama, memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi. Sains adalah pengetahuan manusia yang merupakan produk indra dan akal; dalam sains kelihatan tinggi atau rendahnya mutu akal. Orang islam hendaknya tidak hanya menguasai teori-teori sains, termasuk teknologi. Kedua, mampu memahami dan menghasilkan filsafat. Berbeda dari sains, filsafat adalah jenis pengetahuan yang semata-mata akliah. Dengan ini, orang islam akan mampu memecahkan masalah filosofis.
Perlunya ciri akliah dimiliki oleh muslim dapat diketahui dari ayat-ayat al qur’an serta hadis nabi Muhammad S.A.W. ayat dan hadis itu biasanya di ungkapkan dalam bentuk perintah agar belajar dan atau perintah menggunakan indra dan akal, atau pujian kepada mereka yang menggunakan indra dan akalnya. Sebagian kecil dari ayat Al Qur’an dan hadis tersebut adalah yang artinya “Katakanlah, samakah antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. Al-Zumar:9).
Dan dalam ayat yang lain disebutkan yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya adalah ulama.(QS Al-Fathir:28).
Ayat Al Qur’an diatas jelas menunjukkan pentingnya ilmu (pengetahuan) dimiliki orang islam, pentingnya berpikir dan pentingnya belajar.
Nabi Muhammad S.A.W. menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan cara belajar (lihat Al-Bukhori,I,1981:25). Jadi, kalau begitu orang islam diperintah agar belajar. Surat al-Alaq ayat 1 mengandung pengertian bahwa orang islam seharusnya dapat membaca. Ayat ini juga mengandung perintah agar orang islam belajar karena pada umumnya kemampuan membaca itu diperoleh dari belajar. Dalam Al Qur’an surat al-nahl ayat 43 tuhan menyuruh orang islam bertanya jika ia tidak tahu. Ini dapat diartikan sebagai suruhan belajar. Sabda Rasululloh S.A.W.tentang perintah belajar banyak sekali. Ini dapat dilihat umpamanya dalam shahih al-bukhori juz I. Al-bukhari menulis salah satu judul dalam kitabnya itu dengan menggunakan kata-kata al-‘ilm qabl al-qaul wa al-‘amal, yang berarti pengetahuan (perlu) sebelum berkata dan berbuat (lihat al-bukhari,I,1981:25). Judul itu menggambarkan pendapat al-bukhari bahwa belajar itu penting. Imam Al-Ghazali lebih tegas dalam hal ini; ia berpendapat bahwa belajar itu wajib bagi setiap muslim (sulayman,1964:6,20). Jadi, jelaslah bahwa islam menghendaki agar orang islam berpengetahuan. Ini adalah salah satu ciri akal yang berkembang baik. Akal yang berkembang baik itu berisi banyak pengetahuan sains, filsafat, serta mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan filosofis.
Akal yang cerdas adalah karunia Tuhan. Indikatornya ialah kecerdasan umum (IQ). Kecerdasan itu, selain ditentukan oleh Tuhan, juga berkaitan dengan keturunan. Kesehatan jiwa dan fisik jelas berkaitan dengan kecerdasan tersebut. Kalau begitu, kesehatan dan kekuatan seperti yang telah diuraikan sebelum ini berkaitan juga dengan tingkat kecerdasan.
C.     Rohani yang Berkualitas Tinggi
Seperti yang telah diuraikan sebelum ini, rohani yang dimaksud disini adalah aspek manusia selain jasmani dan akal (logika). Rohani itu samar, ruwet, belum jelas batasannya; manusia belum (atau tidak akan) memiliki cukup pengetahuan untuk mengetahui hakikatnya. Kebanyakan buku tashawwuf dan pendidikan islam menyebutnya qalb (kalbu) saja. Kalbu disini, sekalipun tidak jelas hakikatnya, apalagi rinciannya, gejalanya jelas. Gejala itu diwakilkan dalam istilah rasa. Rincian rasa tersebut misalnya sedih, gelisah, rindu, sabar, serakah, putus asa, cinta, benci, iman, bahkan kemampuan “melihat” yang ghaib, termasuk “melihat” Tuhan, surge, neraka, dan lain-lain. Kata “melihat” Tuhan dan sebagainya itu sebenarnya adalah “merasakan”. Kemampuan manusia memperoleh ilmu laduni atau ilmu kasyf adalah bagian dari kerja kalbu. , kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap indra. Kekuatan akal atau pikir betul-betul sangat luas, dapat mengetahui objek yang abstrak tetapi sebatas dapat dipikirkan secara logis. Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Bahkan ia dapat mengetahui objek secara tidak terbatas. Karena itu, islam amat mengistimewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghoib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al-Qur’an, tempatnya di dalam kalbu. Sesuai dengan ayat Al Qur’an yang bunyinya :
قَا لَتِ الْأَعْرَبُ آمَنَّا’ قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلَكِنْ قُوْ لُوْاأَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلْ الْإِيْمَانُ فِيْ قُلُوْ بِكُمْ’ وَاِنْ تُطِيْعُوْا اللهَ وَرَسُولَهُ لاَ يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَا لِكُمْ شَيْأً’ إِنَ اللهَ غَفُوْرٌرَّحِيْمٌ
artinya “orang-orang arab badui itu berkata, kami telah beriman.katakan kepada mereka, kamu sebenarnya belum beriman; kamu seharusnya mengatakan kami telah tunduk karena sebenarnya iman itu belummasuk ke dalam hati kalian. (Al Hujurat:14).
Dalam ayat ini Tuhan menjelaskan bahwa iman itu ada didalam hati, suatu rasa tentang Tuhan. Ayat lain menyebutkan dalam surat al maidah ayat 41 Tuhan berfirman sebagai berikut yang artinya “hai, rasul, janganlah kamu di sedihkan oleh orang-orang yang segera (memperlihatkan) kafir, yaitu orang-orang yang mengatakan kami telah beriman, padahal hati mereka belum beriman.
Jadi, menurut ayat ini kata-kata iman tidaklah merupakan pertanda bahwa orang yang mengatakannya itu sudah beriman; iman itu di hati, bukan di mulut. Iman itu bukan juga di kepala. Yang ada di kepala ialah pengetahuan tentang iman, pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang di kepala itu bukan iman, iman itu di dalam hati. Berdasarkan uraiain ini jelaslah kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah; atau dengan ungkapan lain kalbu yang takwa kepada Allah.
Kalbu yang penuh iman itu mempunyai gejala-gejala yang amat banyak; katakanlah rinciannya amat banyak. Kalbu yang iman itu ditandai bila orangnya shalat dengan khusyuk (al-mu’min:1-2); bila mengingat Allah, kulit dan hatinya tenang (al-zumar;23); bila disebut nama Allah, bergetar hatinya (al-hajj:34-35); bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis (maryam:58, al-isra’:109). Itulah ciri utama hati yang penuh iman atau takwa. Dari situlah akan muncul manusia yang berpikir dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa manusia sempurna atau ideal dalam pandangan islam ialah manusia yang hatinya penuh takwa kepada Tuhan.
Seluruh uraian tentang ciri manusia sempurna atau ideal menurut islam ini dapat diringkaskan sebagai berikut. Manusia sempurna atau idel menurut islam haruslah:
1.      Jasmaninya sehat serta kuat, termasuk berketerampilan;
2.      Akalnya cerdas serta pandai;
3.      Hatinya atau kalbunya penuh iman kepada Allah.[5]
4.      Rumusan Tujuan Akhir Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan  itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal. Tujuan akhir pendidikan itu dapat dipahami dalam firman Allah yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran islam)” (Q.S. Ali Imron:102).
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan Kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan menurut Islam.[6]
Al-Abrasyi merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi:
A.    Pembinaan akhlak;
B.     Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan di akhirat;
C.     Penguasaan ilmu;
D.    Keterampilan bekerja dalam masyarakat (lihat Al-Abrasyi, 1974:15-18).
Namun bagi Asma Hasan Fahmi (lihat Munir Mursi, 1977:17), tujuan akhir pendidikan islam dapat dirinci sebagai berikut:
a.       Tujuan keagamaan;
b.      Tujuan pengembangan akal, akhlak;
c.       Tujuan pengajaran kebudayaan;
d.      Tujuan pembinaan kepribadian.[7]







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Tujuan Pendidikan Islam adalah  mengarahkan usaha yang akan dilakukan dalam membentuk insan kamil dengan memerhatikan 3 aspek yaitu: tujuan dan tugas hidup manusia,memerhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia,tuntutan masyarkat, dan dimensi-dimensi kehidupan ideal islam.
2.      Tujuan Hidup Manusia dalam Perspektif  Islam adalah tiada lain hanya mengharapkan Ridha Allah saja, atau dengan istilah lain disebut mencari “mardlatillah”, baik dalam nikmat maupun dalam musibah. Karena hanya dengan Ridha-Nya lah kita bisa bertemu dengan Allah.
3.      Ciri-Ciri Manusia Ideal dalam Perspektif Islam yaitu: (1) Jasmani yang sehat serta kuat,termasuk berketrampilan, (2) Akalnya cerdas serta pandai, dan (3) Hatinya atau kalbunya penuh iman kepada allah.
4.      Rumusan Tujuan Akhir Pendidikan Menurut Islam yaitu dimana ujung dari berakhirnya pendidikan itu adalah pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir  yaitu mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah.
B.     Saran
            Bagi pembaca khususnya yang berada di naungan dunia pendidikan hendaknya mampu memahami tujuan pendidikan agar dapat mencapai sesuai dengan yang diharapkan.




DAFTAR RUJUKAN
Daradjat,Zakiah.2011.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:Bumi Aksara.
Kusumamihardja,Supan.1985. studia islamica.Jakarta:PT Girimukti Pasaka.
Mujib,Abdul.2006,Ilmu pendidikan islam. Jakarta:Kencana.
Tafsir,Ahmad.2010.ilmu pendidikan islam.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.



[1]      Abdul Mujib.Ilmu pendidikan islam, Jakarta, kencana:2006.hlm.73.
[2] Ibid.,hlm.68
[3]      Supan Kusumamihardja, studia islamica, Jakarta, PT Girimukti Pasaka:1985.hlm.114.
[4]     Ahmad Tafsir,ilmu pendidikan islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya:2010.hlm.42.
[5]      Ibid.,hlm.41.
[6] Zakiah Daradjat,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta,Bumi Aksara,2011:hlm.31.
[7] AhmadTafsir,ilmu pendidikan islam..,hal.49.

2 comments: