MAQAMAT
DALAM TASAWUF
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu :
Dr.H.M.Arif
Faizin, M.Ag.
Disusun oleh :
Kelompok
9
1.
Ika Fajar Andriasari NIM:
1725143122
2.
Leyli Agustri K NIM:
1725143155
3.
Mochammad Alwi NIM:
1725143179
KELAS PGMI 1-B
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT, atas rahmat, taufik, serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam tidak lupa kepada
junjungkan kita Rasulullah Muhammad SAW, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Maqamat
dalam Tasawuf” dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Kiranya dalam penulisan ini, kami
menghadapi cukup banyak rintangan dan selesainya makalah ini tak lepas dari
bantuan berbagai pihak, untuk itu tak lupa kami ucapkan terima kasih pada
pihak-pihak yang telah membantu yaitu :
1.
Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. ,
selaku rektor IAIN Tulungagung
2.
Bapak
Dr. H. M. Arif Faizin, M.Ag. , selaku dosen pembimbing
3.
Dan
semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan yang tidak dapat
disebutkan satu-satu, kami ucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih baik
lagi. Kami berharap makalah ini dapat memberi bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Tulungagung, 4 September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul......................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................... 1
D. Batasan Masalah.................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Maqamat.............................................................. 2
B. Istilah Maqamat - maqamat dalam Tasawuf......................... 2
C. Pendapat Maqamat
Para Sufi................................................ 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ 8
B. Saran...................................................................................... 8
DAFTAR RUJUKAN
BAB I
A. Latar Belakang
Tasawuf segi linguistik (kebahasaan)
dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara
kesucian diri dan berupaya mendekatkan diri kepada Allah yang dilaluinya
melalui jalan yang panjang atau disebut dengan istilah maqamat.
Cikal bakal lahirnya
tasawuf adalah dari sikap dan perilaku muslim yang senantiasa menghindari
kemewahan dalam kehidupan dunia dan senantiasa tekun beribadah. Inti dari
tasawuf adalah pendidikan akhlak memerangi hawa nafsu dan membersihkan hati
agar semakin dekat dengan Allah SWT.[1]Oleh
karena itu, diperlukan pemaham yang mendalam tentang maqamat dalam tasawuf agar
tujuan tasawuf dapat terwujud.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
maqamat?
2.
Berapa tingkatan –
tingkatan maqamat dalam tasawuf?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mendiskripsikan
pengertian dari maqamat
2.
Memaparkan jumlah
tingkatan - tingkatan maqamat dalam tasawuf
D. Batasan Masalah
Kami penulis membatasi
tentang pengertian dan tingkatan - tingkatan maqamat dalam tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Maqamat
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat berpijak
atau pangkat mulia. Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan samping
itu, maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh
seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.
Maqam dilalui seorang hamba
melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban yang
harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang
hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam
sebelumnya.[2]
B. Istilah Maqamat -
maqamat dalam Tasawuf
Di antara istilah
maqamat – maqamat dalam tasawuf yaitu :
a.
Taubat
Tahapan awal yang harus dilewati seorang filsuf adalah
taubat. Taubat adalah memohon
ampun atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan
sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan dibarengi
dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah.[3]
b.
Zuhud
Zuhud adalah meninggakan dunia dan kehidupan materi.
Kehidupan dunia dipandang hanya sebagai alat untuk tujuan yang hakiki, yaitu
dekat kepada Allah SWT. Zuhud merupakan tahapan pemantapan taubat yang telah
dilalui pada tahapan pertama. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang
sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan duniawi.[4]
c.
Wara’
Setelah selesai dari zuhud, calon sufi memasuki tahapan
wara’. Secara harfiah, al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan
dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik.
Dalam pengertian sufi wara’ adalah meninggalan segala yang di dalamnya terdapat
keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).[5]
d.
Fakir
Fakir secara etimologi artinya membutuhkan atau
memerlukan. Kata fakir mengandung pengertian miskin terhadap spiritual atau
hasrat yang sangat besar terhadap pengosongan jiwa untuk menuju kepada Allah.
Dalam sufi pengertian fakir menunjukan kepada seseorang yang telah mencapai
akhir “lorong spiritual”. Jika maqam fakir telah sampai pada puncaknya, yaitu
mengosongkan seluruh hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja selain
Tuhan, maka maqam itu merupakan perwujudan penyucian hati secara keseluruhan
terhadap apa yang selain-Nya.[6]
e.
Sabar
Sabar secara etimologi
berarti tabah hati. Dalam Mujam Maqayis Allughaa disebutkan bahwa kata sabar
memiliki tiga arti, yaitu menahan sesuatu yang paling tinggi, dan jenis
bebatuan. Sedangkan menurut terminologi adalah menahan jiwa dari segala apa
tidak disukai baik itu berupa kesenangan dan larangan untuk mendapatkan rida
Alloh SWT. Dalam persektif tasawuf, sabar bearti menjaga adab pada musibah yang
menimpanya, selalu tabah dalam menjalankan perintah Alloh SWT dan menjauhi
segala larangan-Nya serta tabah menghadapi segala peristiwa. Sabar merupakan
kunci sukses orang beriman. Sabar itu seperdua dari iman karena iman terdiri
dari dua bagian. Setengahnya adalah sabar dan setengahnya lagi syukur baik itu
ketika bahagia maupun dalam keadaan susah. Makna sabar menurut ahli suf pada
dasarnya sama, yaitu sikap menahan diri terhadap apa yang menimpanya.[7]
f.
Tawakal
Tawakkal bermakna
berserah diri. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan
menyucikan hati manusia, agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan
keduniaan serta apa saja selain Allah SWT. Pada dasarnya makna atau konsep
tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para
sufi bersifat fatalis/majbur yakni
menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah SWT.[8]
g.
Ridha / Kerelaan
Rida berarti sebuah
sikap menerima dengan lapang dada dan senang terhadap apapun keputusan Allah
SWT kepada seorang hamba , meskipun hal tersebut menyenangkan atau tidak. Sikap
rida merupakan buah dari kesungguhan seseorang dalam menahan hawa nafsunya.
Imam Gazali mengatakan bahwa hakikat rida adalah tatkala hati senantiasa dalam
keadaan sibuk mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami
seluruh aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu berada dalam kerangka
mencari keridaan Allah SWT.[9]
h.
Mahabbah
Tokoh mahabbah yang
paling mashur yaitu Rabi’ah Al-Adawiyah (w.185 H ). Ia dilahirkan di Basrah,
hidupnya bermula sebagai seorang budak belian yang kemudian mengabdikan
hidupnya dengan shalat dan berzikir sepanjang malam. Bagi rabi’ah, zuhud harus
dilandasi dengan mahabbah ( rasa cinta) yang mendalam, kepatuhan kepada Allah
bukanlah tujuanya, karena ia tidak mengharapkan nikmat surga dan tidak takut
adzab neraka, tetapi ia mematuhi-Nya, karena rindu dan cinta kepada-Nya.
Menurut rabi’ah, cinta dan rindu kepada illahi mempunyai dua bentuk, yaitu cinta
rindu dan cinta karena ia layak dicintai. (Mulyadi, 2005, hal 133 )[10]
i.
Ma’rifat
Pada tahapan ma’rifat
ini, tabiin yang memindahkan dirinya dengan Tuhan telah terbuka. Ma’rifat
berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati semakin dapat melihat Tuhan,
tetapi ia brlum puas dengan berhadapan. Sufi dalam tahapan ini ingin lebih
dekat lagi, bahkan ingin bersatu dengan Tuhan dan menjadikanya sebagai
perantaraan hati sanubari.[11]
j.
Fana’ dan Baqa’
Dari segi bahasa (
etimologi ) kata Fana’ artinya sirna, lebur atau hilang, sedangkan baqa’
artinya kekal, abadi dan senanatiasa ada. Jadi ketika sufi mencapai maqam ini
ia merasa fana’ yaitu hilangnya sifat-sifat
yang tercela dan munculnya sifat yang terpuji, pendapat kaum orientalis,
salah satu maqamat sufi al-Fana dianggap ada persamaan dengan ajaran agama
hindu tentang nirwana. (Mulyadi, 2005, hal 133)[12]
k.
Ittihad
Yang dimaksud dengan
ittihad yaitu pengalaman batin akan kesatuan seorang sufi. Seorang sufi akan mabuk dalam kenikmatan bersatu
dengan Allah. Dalam keadaan seperti ini tidak jarang muncul ucapan-ucapan yang
sebagian orang dianggap aneh seperti kata-kata : Ana Al-Haq = (Aku adalah
Al-Haq), aku adalah Yang Satu. Kata-kata ini terlontar hanya seketika, karena
merasa begitu menyatunya dengan Yang Haq yaitu Allah SWT. Tokoh yang sangat
popular dalam maqomat ittihad ini adalah Abu Yazi Al- Bustami. ( Mulyadi, 2005,
133).[13]
C. Pendapat Maqamat Para Sufi
Berikut beberapa pendapat tentang jalan atau cara yang
dilalui para sufi :
1.
Abu Bakar Muhammad al-Kalabadi
a)
Tobat
b)
Zuhud
c)
Sabar
d)
Kefakiran
e)
Kerendahan hati
f)
Tawakkal
g)
Kerelaan
2.
Abu Nashar al-Sarraj al-Thusi
a)
Tobat
b)
Wara’
c)
Zuhud
d)
Kefakiran
e)
Sabar
f)
Tawakkal
g)
Kerelaan
3.
Al-Ghazali
a)
Tobat
b)
Sabar
c)
Kefakiran
d)
Zuhud
e)
Tawakkal
f)
Mahabbah
g)
Makrifat
h)
Kerelaan
4.
Al-Kalabadzi
a)
Tobat
b)
Zuhud
c)
Sabar
d)
Kefakiran
e)
Rendah hati
f)
Tawakkal
g)
Kerelaan
h)
Mahabbah
i)
Makrifat
5.
Abd al-Qasim al-Qusyairi al-Naisaburi
a)
Tobat
b)
Wara’
c)
Zuhud
d)
Tawakkal
e)
Sabar
f)
Rida [14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Maqamat adalah
tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh
oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.
2.
Menurut buku yang referensi yang
ada tingkat maqamat ada sebelas yaitu : taubat, zuhud, wara’,fakir,sabar,
tawakkal, ridha, mahabbah, ma’rifat, fana dan baqa’,ittihad
B. Saran
1.
Untuk para pembaca
hendaknya harus mengetahui begaimana maqamat dalam tasawuf untuk menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan tentang maqamat dalam tasawuf.
2.
Untuk para pengajar
syogyanya makalah ini dapat dijadikan sebagai pandangan fikiran yang nantinya
dapat dijadikan sebuah referensi tentang maqamat dalam tasawuf.
DAFTAR RUJUKAN
Amin,Samsul Munir .2012.Ilmu Tasawuf.Jakarta:Amza.
Margiono. 2011. Akidah Akhlak Kelas 11 MA.Bogor :
Yudhistira. Tim Guru MGPK Provinsi Jawa Timur. 2012. Bahan Ajar Akhlak. Mojokerto : CV. Sinar Mulia.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel.2011.Akhlak
Tasawuf.Surabaya: IAIN SA
Press.
[8] Tim Guru
MGPK Provinsi Jawa Timur, Bahan Ajar Akhlak, Mojokerto : CV. Sinar Mulia, 2012,
hal 104
No comments:
Post a Comment