Saturday, 7 February 2015

HIRARKI SYARI’AH, THARIQAH, HAQIQAH, DAN MA’RIFAH

HIRARKI SYARIAH, THARIQAH, HAQIQAH, DAN MA’RIFAH
MAKALAH
Ditujukan untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah
“Akhlak Tasawuf”
Dosen pembimbing

Dr. M. Arif Faizin, M. Ag.

Disusun oleh:
1.    Mu’azarotul Husna                 (1725143184)
2.    Nia Maria Ulfa                        (1725143186)
3.    Nila Lukluin Na’im                 (1725143205)

KELAS B SEMESTER I
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
OKTOBER 2014




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Hirarki Syari’ah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma’rifahdengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca, khususnya mahasiswa program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah  (PGMI).
Sholawat dan salam tetap tercurahkan dan dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan pengikutnya.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak, penulisan makalah ini mungkin tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Dr. Maftukhin, M.Ag, selaku rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan konstribusi dan izin sehingga kami dapat menuntut ilmu di IAIN Tulungagung.
2.      Dr. M. Arif Faizin M. Ag, selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlaq Tasawuf yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
3.      Teman-teman semuanya yang telah memberikan motivasinya serta semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu, penyusun mohon kritik dan sarannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.




Tulungagung, 03 Oktober 2014

                                                                 
                                                                                                                     Penyusun                                                                                                
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B.  Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C.  Tujuan Pembahasan Masalah......................................................... 2
D.  Batasan Masalah............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian Syari’ah........................................................................ 3
B.  Pengertian Thariqah...................................................................... 5
C.  Pengertian Haqiqah....................................................................... 6
D.  Pengertian Ma’rifah....................................................................... 7
E.   Hirarki Syariah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma’rifah...................... 8
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan.................................................................................... 10  
B.  Saran.............................................................................................. 10
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................... 11


 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Berbagai upaya dilakukan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka mencari jalan yang dapat membawa mereka lebih dekat dengan Tuhan sehingga mereka merasa melihat Tuhan dengan hati sanubari, bahkan merasa bersatu dengan Tuhan. Ajaran-ajaran seperti ini terdapat dalam tasawuf.
Meskipun secara tekstual tidak terdapat ketentuan untuk melaksanakan tasawuf, namun hal ini telah dilakukan Rasulullah SAW. dengan pergi ke Gua Hira untuk mengasingkan diri dari kehidupan kota Mekkah yang hanyut oleh penyembahan-penyembahan terhadap berhala dan merenung mencari hakikat kebenaran disertai beribadah dan berpuasa sehingga jiwanya semakin suci dengan membawa sedikit bekal.
Amalan tersebut mewarnai kehidupan para sahabat. Mereka meneladani  kehidupan Rasulullah SAW. dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama. Diantara mereka ada yang tekun beribadah dan hidup zuhd. Mereka dikenal dengan Ahl al-shuffah. Yang kemudian disebut sebagai cikal bakal munculnya kaum shuffi.
Dilihat dari segi amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa istilah yang khas dalam ilmu tasawuf. Kaum sufi membagi ajaran agama kepada ilmu lahiriah dan ilmu batiniah. Oleh karena itu, cara memahami dan mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin. Kedua aspek yang terkandung dalam ilmu agama tersebut oleh kaum sufi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu syari’ah, thoriqad, haqiqah, dan ma’rifah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Syariah?
2.      Bagaimana pengertian Thariqah ?
3.      Bagaimana pengertian Haqiqah?
4.      Bagaimana pengertian Ma’rifah?
5.      Bagaimana hirarki antara syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah ?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk menjelaskan pengertian Syariah.
2.      Untuk menjelaskan pengertian Thariqah.
3.      Untuk menjelaskan pengertian Haqiqah.
4.      Untuk menjelaskan pengertian Ma’rifah.
5.      Untuk mengidentifikasi hirarki antara syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah.

D.     Batasan Masalah  
Makalah ini hanya membahas tentang pengertian dan hirarki dari syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah.















BAB II
PEMBAHASAN
                                                                                                          
A.  PENGERTIAN SYARIAH
Secara bahasa, syari’ah berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Ia berasal dari bahasa Arab “syara’atun wa syariiatun – syara’a” yang artinya: menggariskan suatu aturan atau pedoman. Disamping itu, syariah secara leksikal berarti jalan menuju perhimpunan air untuk minum manusia, dan juga untuk binatang-binatang piaraan.
Secara istilah, syariah (syariiatun) adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Alloh SWT yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits atau as-sunnah.[1]
Syari’ah juga diartikan undang-undang atau garis-garis yang telah ditentukan termasuk didalamnya hukum-hukum halal dan haram, yang diperintah dan dilarang, sunnah, makruh, serta mubah.[2]
Syariat Islam secara garis besar mencakup tiga hal:
1.    Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah SWT dan alam gaib yang tak terjangkau oleh indera manusia (Ahkam syar'iyyah I'tiqodiyyah) yang menjadi pokok bahasan ilmu tauhid.
2.    Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya (Ahkam syar'iyyah khuluqiyyah) yang menjadi bidang bahasan ilmu tasawuf (ahlak).
3.     Ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara beribadah kepada Allah SWT atau hubungan manusia dengan Allah, serta ketentuan yang mengatur pergaulan/hubungan antara manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya.

Syariat memiliki sifat-sifat, antara lain:
1.        Umum, maksudnya syariat Islam berlaku bagi segenap umat Islam di seluruh penjuru dunia, tanpa memandang tempat, ras, dan warna kulit. Berbeda dengan hukum perbuatan manusia yang memberlakukannya terbatas pada suatu tempat karena perbuatannya berdasarkan faktor kondisional dan memihak pada kepentingan penciptanya.
2.        Universal, maksudnya syariat Islam mencakup segala aspek kehidupan umat manusia. Ditegaskan oleh Allah SWT. "Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam Kitab (Al-Qur'an)." (QS. 6/An-An'am: 38). Maksudnya di dalam Al-Qur'an itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah, dan tuntunan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.
Bukti-bukti bahwa syariat ini mudah dan tidak memberatkan, bisa kita dapati antara lain bagi:
1.        Orang yang bepergian (Musafir) mendapat keringanan boleh mengqoshor (memendekkan sholat yang empat rokaat menjadi dua rokaat), dan boleh tidak berpuasa dengan catatan harus menggantinya pada hari yang lain.
2.        Orang yang sedang sakit tidak diharuskan bersuci dengan wudhu, melainkan dengan tayammum yakni menggunakan debu. Dalam menunaikan sholat pun jika tidak sanggup berdiri, boleh dengan duduk, atau bahkan boleh sambil merebahkan diri.
3.        Percikan najis dari genangan air di jalanan, apabila mengena pakaian, dimaafkan karena itu sulit di hindarkan.
4.        Dalam keadaan terpaksa, tidak ada secuil pun makanan untuk mengganjal perut, makanan yang telah diharamkan seperti bangkai, boleh dimakan asalkan tidak berlebihan.
5.        Seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat. Islam tidak memerintahkan umatnya untuk mencari kesenangan dunia semata, sebaliknya juga tidak memerintahkan pemeluknya mencari kebahagiaan akhirat belaka. Akan tetapi Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak.[3]

B. PENGERTIAN THARIQAH
       Secara bahasa, thariqah berasal dari kata bahasa Arab “tariiqatun” yang derivasinya adalah tariiqun-yatriqun-tariq yang berarti melewati suatu jalan.
       Dalam istilah sufistik, thariqah-yang selanjutnya ditulis dengan tarekat-sebagaimana dijelaskan oleh Abu Bakar Aceh yang dikutip Mustafa Zahri adalah jalan atau petunjuk melakukan ibadah tertentu sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[4]
Dalam melaksanakan syariat tersebut, harus berdasarkan tata cara yang telah digariskan dalam agama dan dilakukan karena penghambaandiri kepada Allah, kecintaan pada Allah, dan ingin berjumpa pada-Nya. Perjalanan menuju pada Allah itulah yang mereka maksud dengan thariqat. Perjalanan ini sudah bersifat batiniah, yaitu amalan lahir yang disertai amalan batin.
Menurut kaum Sufi, kehidupan di alam ini penuh dengan rahasia. Rahasia itu tertutup oleh dinding-dinding. Di antara dinding-dinding itu ialah hawa nafsu, keinginan, dan kemewahan hidup duniawi. Rahasia itu mungkin terbuka dan dinding (hijab) itu mungkin tersingkap dan kita dapat melihat atau merasa atau berhubungan langsung asal kita mau menempuh jalannya. Jalan itulah yang dinamakan Thariqat. Sesuai dengan firman Alloh SWT :
       “Dan bahwasanya : Jikalau mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu atau agama islam, benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (QS.Al-Jinn (72):16).
Menempuh Thariqat untuk membuka rahasia dan menyingkap dinding tersebut kaum sufi mengadakan kegiatan batin melalui Riyadhoh atau latihan dan mujahadah atau perjuangan yang cukup panjang. Jelaslah bahwa thariqat adalah suatu sistem atau metode untuk mengenal dan merasakan adanya Tuhan, yaitu seorang dapat melihat Tuhannya dengan mata batinnya. Dalam menempuh jalan bertemu dengan Allah, seseorang harus memperbanyak dzikir kepadaNya. Disamping melakukan latihan dan perjuangan yang memerlukan ketekunan, kesungguhan serta kesabaran.[5]  

C.    PENGERTIAN HAQIQAH
Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-­benar ada. Kata ini berasal dari kata po­kok hak (al-Haq), yang berarti milik (ke­punyaan) atau benar (kebenaran).
Secara etimologi haqiqah berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal dari sesuatu. Dalam dunia sufi, haqiqah diartikan sebagai aspek lain dari syari’ah yang bersifat lahiriah, yaitu aspek batiniah. Dengan demikian haqiqah dapat diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, dan inti dari syari’ah.
Dalam bahasa hakikat yaitu arti yang sebenarnya atau intisari atau isi akhiran. Sedangkan hakikat islam ialah bebas dan bersih dari penyakit lahir dan bathin yang menimbulkan perasaan nyaman, damai dan tentram serta menjadikan kita patuh dan taat pada segala apa yang diperintahkan oleh-Nya juga menjauhi segala larangan-Nya. Jadi Hakikat adalah buah dari benih syariat yang pengamalannya melalui tarekat menjadi sebuah pohon rimbun yang menghasil buah.
Menurut Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh seperti yang dikutip Abdul Karim as Salawy yaitu menyimpulkan tentang ilmu haqiqat itu ada tiga bagian antara lain:
1.      Hakekat Tashawwuf
Hakekat Tashawuf ini diutamakan untuk membicarakan usaha-usaha memutuskan syahwat dan meninggalkan dunia dengan segala keindahanya serta menarik diri dari kebiasaan-kebiasaan duniawi.
2.      Hakekat Ma’rifat
Yaitu mengenal nama-nama Alloh dan sifat-sifat Nya dengan bersungguh-sungguh dalam segala pekerjaan .
3.      Hakekatul Haqoiq
Hakikat ini merupakan puncak segala hakikat, ia termasuk martabat ahadiayah, penghimpun bagi semua hakikat.[6]

D.    PENGERTIAN MA’RIFAH
Ma'rifat adalah tingkatan tertinggi dari suatu fase keimanan.
Dari segi bahasa Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang bisa didapati oleh orang-orang pada umumnya.
Secara harfiah kata Ma’rifat berasal dari kata Ma’rifata yang searti dengan kata ‘alama yang artinya adalah pengetahuan yang mantap dan meyakinkan. Hanya saja, kalau dirinci, terdapat perbedaan : bahwa kata ‘arofa-ya’rifu berarti mengetahui dengan daya qalbiyah sehingga berarti adroka yang maksudnya adalah menemukan kemantapamn hati tentang sesuatu yang dicari, sedangkan kata ‘alima-ya’lamu berarti memahami dan mengerti yang berbasis aqliyyah.
Dengan demikian kata ma’rifat berarti pengetahuan batin yang berbasis kekuatan kalbu sehingga membuahkan suatu pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat serta hadir dalam sesuatu yang dikenali tersebut.[7]
            Seseorang yang telah mencapai ma’rifat akan selalu memperbanyak amal kebaikan demi mencapai keridhoanNya. Maksud dan tujuan manusia memperbanyak amal kebaikan itu hanya untuk kebaikan manusia itu sendiri, bukan untuk Alloh. Dengan Ma’rifatulloh, manusia akan selalu terdorong untuk mendekatkan dirinya kepada Alloh dengan melakukan amal sholeh. Ma’rifatulloh dapat dicapai dengan melakukan syariat, menempuh thariqat dan memperoleh Haqiqat. Apabila Syariat dan Thariqat itu dapat dikuasai, timbullah Haqiqat yang tidak lain dari perbaikan keadaan atau ahwal. Sedangkan tujuan akhir ma’rifat yaitu mengenal Alloh dan mencintaiNya dengan sesungguhnya.[8]

E.     HIRARKI SYARIAH, THARIQAH, HAQIQAH, MA’RIFAH
Uraian tentang syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah di atas mengambarkan betapa seriusnya para ulama sufi dalam upayanya memberi jalan bagi umat untuk mengamalkan ajaran islam dengan mudah dan tepat, sehingga mengantarkan hamba menuju kebahagian zhahir dan batin.
Syariah itu diibaratkan sebagai perahu dimana ia menjadi sarana untuk sampai pada tujuan, sementara thariqah bagaikan lautan luas yang tersedia sebagai wahana tempat tujuan berada. Sedangkan haqiqah adalah laksana intan berlian mahal yang menyenangkan hati sebagai tujuan perjalanan perahu. Dan ma’rifat itu adalah tujuan yang terakhir.
Ber-thariqah dan ber-haqiqah (berada dilautan luas menggapai mutiara) tergantung dengan syariah (sarana perahu yang kokoh). Seorang tidak akan berhasil ber-thariqah dan ber-haqiqah tanpa melalui syariah. Dengan ungkapan lain, bahwa seseorang tidak akan mendapatkan intan-mutiara tanpa menyediakan perahu dan menyemai lautan dalam. Perumpamaan  keempat konseptersebut merupakan sebuah sistem dan struktur amalan islam yang tidak dapat dipisah-pisah.
Ibarat buah manis suatu pohon, maka tidak bisa buah tersebut bermunculan terus tanpa disuplai oleh akar-akar pohon, oleh karena kesemuanya merupakan satu struktur sistematik. Sama halnya dengan satu buah berharga semisal durian. Seseorang tidak dapat langsung memperoleh inti buahnya, kecuali terlebih dahulu harus mengupas kulit dengan susah payah, dan beresiko terkena durinya, dan oleh sebab itu harus hati-hati.
Atas dasar ilustrasi seperti itu, ibadah-ibadah islam terus diwajibkan sepanjang hidup manusia sembari diperoleh buah ibadah yang berupa ma’rifattullah yang menjadi hakikat dan tujuan ibadah tersebut.
Dari uraian dan ilustrasi tentang syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat di atas dapat dipahami, bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam dengan benar. Singkatnya, konseptualisasi tersebut menggambarkan intensitas keislaman pengamalanya, bukannya mengkotak-kotak islam menjadi empat dimensi terpisah.[9]
 






















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.    Syari’ah adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Alloh SWT yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits/as-sunnah.
2.    Thariqah yaitu jalan atau petunjuk melakukan ibadah tertentu sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
3.    Haqiqah adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-­benar ada. Kata ini berasal dari kata po­kok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran).
4.    Ma’rifah adalah pengetahuan batin yang berbasis kekuatan kalbu sehingga membuahkan suatu pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat serta hadir dalam sesuatu yang dikenali tersebut.
5.    Hirarki syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat dapat dipahami, bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam dengan benar.

B.     Saran
1.    Bagi pembaca sebaiknya dijadikan untuk wawasan, ilmu pengetahuan serta sebagai acuan agar termotivasi untuk  melaksanakan Syariat, Thariqat, Hakikat, dan Ma’rifat.
2.    Bagi pendidikan sebaiknya dijadikan salah satu referensi dalam melaksanakan pembelajaran dan sebagai tolak ukur bahan pembelajaran.



DAFTAR RUJUKAN

Amin, Samsul Munir. 2014. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.
as Syalawy, Abdul Karim. 1995. Titik Persimpangan Tasawuf dan Kebatinan. Pekalongan: Bahagia.
Zn., Hamzah Tualeka, dkk. 2011. Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.





[1] Hamzah Tualeka Zn.,dkk., Akhlak Tasawuf (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hal. 275.
[2] Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Amzah), hal. 47.
[4] Hamzah Tualeka, dkk., Akhlak Tasawuf ..., hal. 280-281.
[5] Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf ..., hal. 49-50.
[6] Abdul Karim as Syalawy, Titik Persimpangan Tasawuf dan Kebatinan (Pekalongan: Bahagia, 1995) hal. 75-76
[7] Hamzah Tualeka Zn., dkk,Akhlak Tasawuf..., hal. 291-192.
[8] Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf ..., hal. 53.
[9] Hamzah Tualeka Zn., dkk, Akhlak Tasawuf..., hal. 295.

1 comment: