BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap tindakan
manusia tentu mempunyai suatu tujuan. Sama halnya dengan dunia pendidikan, kerena
dalam pendidikan tujuan sangat penting untuk menentukan arah yang hendak
dicapai atau ditempuh dalam masyarakat tertentu. Tujuan pendidikan merupakan
pusat atau titik acuan dalam dunia pendidikan. Sebab tanpa perumusan tujuan
yang jelas, pendidikan akan salah langkah dan tidak sesuai harapan.
Demikian pula dengan pendidikan islam yang berusaha
membentuk pribadi melalui proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai islam
kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan,
pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensi dengan tujuan yang jelas dan
direncanakan. Pendidikan islam harus menyadari betul dengan tujuan hakiki yang
ingin dicapai dalam proses pendidikan.
Untuk itu pembahasan dalam makalah ini untuk
menjelaskan tujuan pendidikan islam dan hal-hal yang terkait didalamnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pengertian dan fungsi tujuan pendidikan islam?
2. Bagaimana
tujuan hidup manusia dalam perspektif islam?
3. Bagaimana
ciri-ciri manusia ideal dalam perspektif islam?
4. Bagaimana
rumusan tujuan akhir pendidikan menurut islam?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan pengertian
dan fungsi pendidikan islam.
2.
Menjelaskan tujuan hidup
manusia dalam perspektif islam.
3.
Menyebutkan ciri-ciri
manusia ideal dalam perspektif islam.
4.
Menjelaskan rumusan
tujuan akhir pendidikan menurut islam.
D.
Batasan Masalah
Makalah ini hanya
membahas tentang tujuan pendidikan islam yang meliputi pengertian dan fungsi
tujuan pendidikan, tujuan hidup manusia dalam perspektif islam, ciri-ciri
manusia ideal menurut perspektif islam, dan rumusan tujuan akhir pendidikan
menurut islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
dan Fungsi Tujuan Pendidikan Islam
A. Tujuan
Pendidikan Islam
Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa : “al-umur bi maqashidiha”, bahwa setiap
tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang
ditetapkan. Adagium ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi
pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada sederetan
materi. Karena itulah, tujuan pendidikan islam menjadi komponen pendidikan yang
harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen
pendidikan yang lain.
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat
ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik
pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Disamping itu, tujuan dapat
membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang
dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan penilaian atau
evaluasi usaha-usaha pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan islam harus
berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya
tentang: pertama, tujuan dan tugas
hidup manusia. Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan
dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu (Al-Quran surat Al Imran: 191).
Tujuan diciptakannya manusia untuk mengabdi kepada llah SWT. Indikasi tugasnya
berupa ibadah (sebagai ‘abd Allah)
dan tugas sebagai wakilnya di bumi (khalifah Allah). Firman Allah QS. Al-An’am :162
لاَشَرِيْكَ لَهُ’ وَبِذَ لِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
artinya : “sesungguhnya sholatku, ibadah ku, hidup
ku,dan mati ku hanyalah untuk Allah, tuhan sekalian alami.”.
Kedua, memerhatikan
sifat-sifat dasar (nature) manusia ,
yaitu konsep tentang manusia sebagai mahkluk unik yang mempunyai beberapa
potensi bawaan, seperti fitrah,bakat, minat, sifat, dan karakter, yang
berkecenderungan pada al-hanief (rindu akan kebenaran dari tuhan) berupa agama islam (qs.al-Kahfi:29) sebatas kemampuan,
kapasitas, dan ukuran yang ada. Ketiga,tuntutan
masyarkat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah
melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan
kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal
islam. Dimensi kehidupan dunia ideal islam mengandung nilai yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan
memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai
yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang
lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh
rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki. Namun
demikian, kemelaratan dan kemiskinan dunia harus diberantas, sebab kemelaratan
dunia bisa menjadikan ancaman yang menjerumuskan manusia pada kekufuran. Dalam
hadits disebutkan :”kada al-faqr an
yakuna kufran”, kemelaratan itu hampir saja mendatangkan kekafiran. Dimensi
tersebut dapat memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi (QS
al-qashash:77). Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini
menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negative dari berbagai gejolak
kehidupan yang menggoda ketenteraman dan ketenangan hidup manusia, baik yang
bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomi, maupun ideologis dalam hidup
pribadi manusia.[1]
B. Fungsi
Pendidikan Islam
Fungsi pendidikan islam adalah menyediakan segala
fasilitas yang dapat memungkinkan tugas-tugas pendidikan islam tersebut
tercapai dan berjalan dengan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti
dan tujuan yang bersifat struktural dan institusional.
Arti dan tujuan struktur adalah menuntut terwujudnya
struktur organisasi pendidikan yang mengatur jalannya proses kependidikan, baik
dilihat dari segi vertikal maupun segi horizontal. Faktor-faktor pendidikan
bisa berfungsi secara interaksional (saling memengaruhi) yang bermuara pada
tujuan pendidikan yang diinginkan. Sebaliknya arti tujuan institusional
mengandung implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi didalam struktur
organisasi itu dilembagakan untuk menjamin proses pendidikan yang berjalan
secara konsisten dan berkesinambungan yang mengikuti kebutuhan dan perkembangan
manusia dan cenderung kearah tingkat kemampuan yang optimal. Oleh karena itu,
terwujudlah berbagai jenis dan jalur kependidikan yang formal, informal dan non formal dalam
masyarakat.
Fungsi pendidikan islam adalah sebagai berikut [2]:
1. Alat
untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan,
nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan bangsa.
2. Alat
untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan yang secara garis besarnya
melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan, dan melatih tenaga-tenaga
manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial dan
ekonomi.
2. Tujuan
Hidup Manusia dalam Perspektif Islam.
Baik disadari atau tidak, akal serta potensi yang
dimiliki manusia terbatas kemampuannya. Segala sesuatu yang ada pada bumi dan
alam semesta ini, baik kuantitasnya maupun proses waktu yang dijalaninya,
terbatas, sesuai dengan kadar yang telah ditentukan oleh penciptanya.
Dalam segala hajatnya manusia hanya dapat mencoba,
mempelajari, meneliti, memahami dan memanfaatkan sunnatulloh yang ada pada
dirinya dan yang ada pada bumi dan alam semesta. Sunnatulloh tersebut tidak
dapat diubah, tidak dapat ditambah dan tidak dapat dikurangi. Karena itu
manusia di muka bumi ini hendaknya sadar siapa dia, dari mana dia, dan mau
kemana dia. Dia tak dapat berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan dengan
sesamanya, dengan alam sekitarnya serta dengan penciptanya. Di dalam membina
kehidupan, manusia pun tidak dapat hanya mengandalkan kemampuan akalnya semata,
akan tetapi harus ada bimbingan serta petunjuk dari yang menciptakannya. Karena
itulah, maka Allah yang maha tahu akan kelemahan yang ada pada diri manusia,
memberikan bimbingan agar dalam kehidupannya manusia selalu mengucapkan :
اِهْدِ نَا
الصِّرَ اطَ الْمُسْتَقِيْمَ
“Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus” (QS. Al Fatihah:6).
Bagi mereka yang sadar akan fungsinya serta sadar
dari mana dan mau kemana, tentulah dia
akan mengikuti rumusan tujuan hidup yang berasal dari penciptanya. Dia tidak
akan keluar dan tidak akan menyimpang dari konsepsi yang di anugerahkan oleh
Allah kepadanya semua peralatan yang ada pada dirinya dan semua fasilitas yang
ada di bumi diperuntukkan Allah sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup yang
hakiki, jika dia mau menyadarinya.
Selanjutnya tujuan hidup manusia harus bertitik
tolak dari maksud dan kehendak Allah dalam menciptakan manusia, yaitu bahwa
Allah menciptakan manusia tidak mengharapkan sesuatu, karena Allah adalah
sumber dari segalanya. Allah tidak membutuhkan apapun dari manusia, akan tetapi
sebaliknya manusialah yang benar-benar sangat membutuhkan serta menggantungkan
segala kebutuhannya kepada Allah. Oleh sebab itu, maka manusialah yang sangat
berkepentingan sekali untuk mendapatkan kasih sayang serta segala petunjuk dan
karunia dari Allah. Keperluan manusia yang tanpa di minta sudah di sediakan
serta apa yang di minta di kabulkan.
Pemberian atau karunia Allah kepada manusia sudah
terlalu banyak serta tidak akan ternilai harganya menurut ukuran manusia. Oleh karena
itu maka sepantasnyalah manusia mengharapkan keridhaan Allah atas segala
pemberian dan karunia ini.
Jadi singkatnya, tujuan hidup manusia di muka bumi
ini tiada lain hanya mengharapkan Ridha Allah saja, atau dengan istilah lain
disebut mencari “mardlatillah”, baik dalam nikmat maupun dalam musibah. Karena
hanya dengan Ridha-Nya lah kita bisa bertemu dengan Allah.[3]
3. Ciri-Ciri
Manusia Ideal dalam Perspektif Islam.
A. Jasmani
yang Sehat serta Kuat dan Berketrampilan.
Manusia yang Memiliki Jasmani yang Sehat serta Kuat
dan Berketerampilan. Orang islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat,
terutama berhubungan dengan keperluan penyiaran dan pembelaan serta penegakan
ajaran islam. Islam menghendaki agar orang islam itu sehat mentalnya karena
inti ajaran islam (iman) adalah persoalan mental. Kesehatan mental berkaitan
erat dengan kesehatan jasmani, maka kesehatan jasmani pun penting pula. Karena
kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan islam, maka sejak
permulaan sejarahnya pendidikan jasmani (agar sehat dan kuat) diberikan oleh
para pemimpin islam. Pendidikan itu langsung dihubungkan dengan pembelaan
islam, yaitu berupa latihan memanah, berenang, menggunakan senjata, menunggang
kuda, lari cepat (Al-Syaibani, 1979:503).
Jasmani yang berkembang dengan baik haruslah kuat
(power); artinya orang itu harus kuat secara fisik. Cirinya yang mudah di lihat
adalah adanya otot yang berkembang dengan sempurna. Hasil yang diperoleh ialah
kemampuan beradaptasi yang tinggi, kemampuan pulih (recover) yang cepat, dan
kemampuan menahan letih, yaitu tidak cepat letih. Tanda yang lain ialah aktif,
berpenampilan segar.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan juga dengan
ciri lain yang dikehendaki ada pada muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah
satu keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.[4]
B. Cerdas
serta pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai.
Itulah ciri akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya
kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai
ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki informasi.
Salah satu ciri muslim yang sempurna ialah cerdas serta pandai. Kecerdasan dan
kepandaian itu dapat dilihat melalui indicator-indikator sebagai berikut.
Pertama,
memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi. Sains adalah pengetahuan
manusia yang merupakan produk indra dan akal; dalam sains kelihatan tinggi atau
rendahnya mutu akal. Orang islam hendaknya tidak hanya menguasai teori-teori
sains, termasuk teknologi. Kedua,
mampu memahami dan menghasilkan filsafat. Berbeda dari sains, filsafat adalah
jenis pengetahuan yang semata-mata akliah. Dengan ini, orang islam akan mampu
memecahkan masalah filosofis.
Perlunya ciri akliah dimiliki oleh muslim dapat
diketahui dari ayat-ayat al qur’an serta hadis nabi Muhammad S.A.W. ayat dan
hadis itu biasanya di ungkapkan dalam bentuk perintah agar belajar dan atau
perintah menggunakan indra dan akal, atau pujian kepada mereka yang menggunakan
indra dan akalnya. Sebagian kecil dari ayat Al Qur’an dan hadis tersebut adalah
yang artinya “Katakanlah, samakah antara
orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. Al-Zumar:9).
Dan dalam ayat yang lain disebutkan yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hambanya adalah ulama.(QS Al-Fathir:28).
Ayat Al Qur’an diatas jelas menunjukkan pentingnya
ilmu (pengetahuan) dimiliki orang islam, pentingnya berpikir dan pentingnya
belajar.
Nabi Muhammad S.A.W. menyatakan bahwa pengetahuan
dapat diperoleh dengan cara belajar (lihat Al-Bukhori,I,1981:25). Jadi, kalau
begitu orang islam diperintah agar belajar. Surat al-Alaq ayat 1 mengandung
pengertian bahwa orang islam seharusnya dapat membaca. Ayat ini juga mengandung
perintah agar orang islam belajar karena pada umumnya kemampuan membaca itu
diperoleh dari belajar. Dalam Al Qur’an surat al-nahl ayat 43 tuhan menyuruh
orang islam bertanya jika ia tidak tahu. Ini dapat diartikan sebagai suruhan belajar.
Sabda Rasululloh S.A.W.tentang perintah belajar banyak sekali. Ini dapat
dilihat umpamanya dalam shahih al-bukhori
juz I. Al-bukhari menulis salah satu judul dalam kitabnya itu dengan
menggunakan kata-kata al-‘ilm qabl
al-qaul wa al-‘amal, yang berarti pengetahuan (perlu) sebelum berkata dan
berbuat (lihat al-bukhari,I,1981:25). Judul itu menggambarkan pendapat
al-bukhari bahwa belajar itu penting. Imam Al-Ghazali lebih tegas dalam hal
ini; ia berpendapat bahwa belajar itu wajib bagi setiap muslim
(sulayman,1964:6,20). Jadi, jelaslah bahwa islam menghendaki agar orang islam
berpengetahuan. Ini adalah salah satu ciri akal yang berkembang baik. Akal yang
berkembang baik itu berisi banyak pengetahuan sains, filsafat, serta mampu
menyelesaikan masalah secara ilmiah dan filosofis.
Akal yang cerdas adalah karunia Tuhan. Indikatornya
ialah kecerdasan umum (IQ). Kecerdasan itu, selain ditentukan oleh Tuhan, juga
berkaitan dengan keturunan. Kesehatan jiwa dan fisik jelas berkaitan dengan
kecerdasan tersebut. Kalau begitu, kesehatan dan kekuatan seperti yang telah
diuraikan sebelum ini berkaitan juga dengan tingkat kecerdasan.
C. Rohani
yang Berkualitas Tinggi
Seperti yang telah diuraikan sebelum ini, rohani
yang dimaksud disini adalah aspek manusia selain jasmani dan akal (logika).
Rohani itu samar, ruwet, belum jelas batasannya; manusia belum (atau tidak
akan) memiliki cukup pengetahuan untuk mengetahui hakikatnya. Kebanyakan buku tashawwuf dan pendidikan islam
menyebutnya qalb (kalbu) saja. Kalbu
disini, sekalipun tidak jelas hakikatnya, apalagi rinciannya, gejalanya jelas.
Gejala itu diwakilkan dalam istilah rasa. Rincian rasa tersebut misalnya sedih,
gelisah, rindu, sabar, serakah, putus asa, cinta, benci, iman, bahkan kemampuan
“melihat” yang ghaib, termasuk “melihat” Tuhan, surge, neraka, dan lain-lain.
Kata “melihat” Tuhan dan sebagainya itu sebenarnya adalah “merasakan”.
Kemampuan manusia memperoleh ilmu laduni atau
ilmu kasyf adalah bagian dari kerja
kalbu. , kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat
ditangkap indra. Kekuatan akal atau pikir betul-betul sangat luas, dapat
mengetahui objek yang abstrak tetapi sebatas dapat dipikirkan secara logis.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Bahkan ia
dapat mengetahui objek secara tidak terbatas. Karena itu, islam amat
mengistimewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghoib, bahkan menembus
Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara
sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al-Qur’an, tempatnya di dalam kalbu.
Sesuai dengan ayat Al Qur’an yang bunyinya :
قَا لَتِ
الْأَعْرَبُ آمَنَّا’ قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلَكِنْ قُوْ لُوْاأَسْلَمْنَا
وَلَمَّا يَدْخُلْ الْإِيْمَانُ فِيْ قُلُوْ بِكُمْ’ وَاِنْ تُطِيْعُوْا اللهَ وَرَسُولَهُ
لاَ يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَا لِكُمْ شَيْأً’ إِنَ اللهَ غَفُوْرٌرَّحِيْمٌ
artinya “orang-orang
arab badui itu berkata, kami telah beriman.katakan kepada mereka, kamu
sebenarnya belum beriman; kamu seharusnya mengatakan kami telah tunduk karena
sebenarnya iman itu belummasuk ke dalam hati kalian. (Al Hujurat:14).
Dalam ayat ini Tuhan menjelaskan bahwa iman itu ada
didalam hati, suatu rasa tentang Tuhan. Ayat lain menyebutkan dalam surat al
maidah ayat 41 Tuhan berfirman sebagai berikut yang artinya “hai, rasul, janganlah kamu di sedihkan oleh
orang-orang yang segera (memperlihatkan) kafir, yaitu orang-orang yang
mengatakan kami telah beriman, padahal hati mereka belum beriman.
Jadi, menurut ayat ini kata-kata iman tidaklah
merupakan pertanda bahwa orang yang mengatakannya itu sudah beriman; iman itu
di hati, bukan di mulut. Iman itu bukan juga di kepala. Yang ada di kepala
ialah pengetahuan tentang iman, pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang di
kepala itu bukan iman, iman itu di dalam hati. Berdasarkan uraiain ini jelaslah
kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada
Allah; atau dengan ungkapan lain kalbu yang takwa kepada Allah.
Kalbu yang penuh iman itu mempunyai gejala-gejala
yang amat banyak; katakanlah rinciannya amat banyak. Kalbu yang iman itu
ditandai bila orangnya shalat dengan khusyuk (al-mu’min:1-2); bila mengingat
Allah, kulit dan hatinya tenang (al-zumar;23); bila disebut nama Allah,
bergetar hatinya (al-hajj:34-35); bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
mereka sujud dan menangis (maryam:58, al-isra’:109). Itulah ciri utama hati
yang penuh iman atau takwa. Dari situlah akan muncul manusia yang berpikir dan
bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa
manusia sempurna atau ideal dalam pandangan islam ialah manusia yang hatinya
penuh takwa kepada Tuhan.
Seluruh uraian tentang ciri manusia sempurna atau
ideal menurut islam ini dapat diringkaskan sebagai berikut. Manusia sempurna
atau idel menurut islam haruslah:
1. Jasmaninya
sehat serta kuat, termasuk berketerampilan;
2. Akalnya
cerdas serta pandai;
3. Hatinya
atau kalbunya penuh iman kepada Allah.[5]
4. Rumusan
Tujuan Akhir Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan itu berlangsung selama hidup, maka tujuan
akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan
umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan
naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan,
lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan,
memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang
telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu
mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan,
sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun
pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal. Tujuan akhir
pendidikan itu dapat dipahami dalam firman Allah yang artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya
takwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran
islam)” (Q.S. Ali Imron:102).
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah
sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup
jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang
dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan Kamil yang mati dan akan
menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan menurut Islam.[6]
Al-Abrasyi merinci tujuan akhir pendidikan islam
menjadi:
A.
Pembinaan
akhlak;
B.
Menyiapkan anak
didik untuk hidup di dunia dan di akhirat;
C.
Penguasaan ilmu;
D.
Keterampilan
bekerja dalam masyarakat (lihat Al-Abrasyi, 1974:15-18).
Namun
bagi Asma Hasan Fahmi (lihat Munir Mursi, 1977:17), tujuan akhir pendidikan
islam dapat dirinci sebagai berikut:
a. Tujuan
keagamaan;
b. Tujuan
pengembangan akal, akhlak;
c. Tujuan
pengajaran kebudayaan;
d. Tujuan
pembinaan kepribadian.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Tujuan Pendidikan Islam adalah mengarahkan usaha yang akan dilakukan dalam
membentuk insan kamil dengan memerhatikan 3 aspek yaitu:
tujuan dan tugas hidup manusia,memerhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia,tuntutan masyarkat, dan dimensi-dimensi
kehidupan ideal islam.
2.
Tujuan Hidup
Manusia dalam Perspektif Islam adalah
tiada lain hanya mengharapkan Ridha Allah saja, atau dengan istilah lain
disebut mencari “mardlatillah”, baik dalam nikmat maupun dalam musibah. Karena
hanya dengan Ridha-Nya lah kita bisa bertemu dengan Allah.
3.
Ciri-Ciri
Manusia Ideal dalam Perspektif Islam yaitu: (1) Jasmani yang sehat serta
kuat,termasuk berketrampilan, (2) Akalnya cerdas serta pandai, dan (3) Hatinya
atau kalbunya penuh iman kepada allah.
4. Rumusan
Tujuan Akhir Pendidikan Menurut Islam yaitu dimana ujung dari berakhirnya
pendidikan itu adalah pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir yaitu mati dalam keadaan berserah diri kepada
Allah.
B. Saran
Bagi pembaca khususnya
yang berada di naungan dunia pendidikan hendaknya mampu memahami tujuan
pendidikan agar dapat mencapai sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR
RUJUKAN
Daradjat,Zakiah.2011.Ilmu
Pendidikan Islam.Jakarta:Bumi Aksara.
Kusumamihardja,Supan.1985.
studia islamica.Jakarta:PT Girimukti Pasaka.
Mujib,Abdul.2006,Ilmu pendidikan islam. Jakarta:Kencana.
Tafsir,Ahmad.2010.ilmu pendidikan islam.Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment