BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bicara tentang
manusia, tak bisa lepas dari dua aspek, yaitu jasmani dan rohani. Dua aspek
inilah yang membentuk manusia, aspek jasmani membentuk fisik manusia agar tetap
sehat. Sedang aspek rohani akan membentuk pribadi dan sifat manusia tersebut.
Kedua aspek ini mempunyai potensi-potensi yang berbeda namun harus tetap
seimbang.
Dalam makalah
ini materi yang akan dibahas adalah tentang potensi ruhaniah yang dimiliki oleh
manusia. Potensi ruhaniah yang dimiliki oleh manusia meliputi: qalbu nafs,
akal, dan ruh. Disini akan dijelaskan definisi tentang qalbu, nafs, akal, dan
ruh yang merupakan potensi ruhaniah yang ada pada tiap manusia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
pengertian dari qalbu?
2. Bagaimana
pengertian dari nafs?
3. Bagaimana
pengertian dari akal?
4. Bagaimana
pengertian dari Ar- ruh?
C.
TUJUAN
1. Menjelaskan
pengertian dari qalbu.
2. Menjelaskan
pengertian dari nafs.
3. Menjelaskan
pengertian dari akal.
4. Menjelaskan
pengertian dari Ar-ruh.
D. BATASAN MASALAH
Makalah ini hanya membahas tentang
definisi dari qalbu, nafs, akal dan ar-ruh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qalbu
Makna qalbu itu sendri yang bersifat
kondisional (ahwal) dan tidak memiliki pengertian yang statis (maqmah).
Qalbu tidak mungkin diukur dengan batasan-batasan atau dibatasi dengan batasan
ukuran ukuran-ukuran yang pasti. Meminjamkan ungkapan dari pasal,”Le Coeur a
ses rations que la raison neconnait pas” hati mempunyai akalnya sendiri
yang tidak biasa dimengerti oleh akal budinya”. Pascal melanjutkan bahwa kebenaran
hanya dapat diketahui jika kita mau mendengar suara hati (lagique de Coeur).
Walaupun seharusnya lebih ditegaskan bahwa kebenaran hanya mungkin diketahui dan dirasakan nyata, apabila kita ,mau melaksanakan kata
hati, bukan hanya mendengar.
Qalbu adalah hati nurani yang menerima
limpahan cahaya kebenaran ilhaih, yaitu ruh. Sebagaimana sejak alam ruh, kita
telah melakukan kesaksisan kebenaran.
‘’Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil
kesaksian terhadap diri mereka (seranya berfirman),’Bukanlah Aku ini Tuhanmu?’
mereka menjawab,’ Betul (Enkau Tuhan kami), kami menjadi saksi..’’’
(al-A’raaf;172)
Pengertian qalbu (bentuk
masdar) dari qalbu yang artinya ‘berubah-ubah,berbolak-balik, tidak
konsisten,berganti-ganti’. Pokok qalbu merepukan lokus atau tempat didalam
wahana jiwa manusia yang merupakan titik sentral atau awal dari segala awal yang
menggerakan perbuatan manusia yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan. Qalbu
juga merupakan saghafa atau hamparan yang menerima suara hati (conscience) yang berasal dari ruh dan sering
pula disebut dengan nurani (bersifat cahaya) yang menerangi atau memberikan
arah kepada manusia untuk bertindak dan bersikap berdasarkan keyakinan atau
prinsip yang dimilikinya.
Dengan qalbu itulah, Allah ingin
memanusiakan manusia, memuliakannya dari segala makhluk yang diciptakan–Nya. Sebaiknya,
karena qalbu itu pula,manusia membinatangkan dirinya sendiri. Hal ini biasa
terjadi dikarenakan bagi manusia. Itulah sebabnaya, Allah menepatkan qalbu
sebagai sentral kesadaran manusia sehingga Allah sendiri tidak memperdulikan
tindakan yang tampak kasat mata, bahkan Allah memaafkan kesalahan yang tidak
dengan sengaja disuruhkan oleh hati nuraninya perbuat.
Salah satu fungsi qalbu adalah merasakan
dan mengalami; yang artinya dia mampu menangkap fungsi indrawi yang dirangkaum
dan dipantulkan kehati ke dunia luar,dan proses ini kita sebut saja sebagai
menghayati.Dengan demikian,didalam qalbu, selain memiliki fungsi indrawi, didalamnya
ada ruhani, yaitu moral dan nilai-nilai etika; artinya dialah yang menentukan
tentang rasa bermasalah, baik buruk, serta mengambil keputusan berdasarkan
tanggung jawab moralnya tersebut.[1]
B. Pengertian Nafs
Nafs adalah muara yang menampung hasil oleh fu’ad, shadr, dan hawaa
yang kemudian menampakkan dirinya dalam
bentuk perilaku nyata dihadapan manusia
lainnya. Nafs yang mempresentasikan dari
ada (being) menjadi mengada (becoming). Dengan Nafas itulah manusia
menampakkan dirinya di hadapan dunia. Ali r.a. berkata,’Tidak ada sesorang pun
mampu menyembuyikan sesuatu, kecuali
akan tampak dari ucapan dan air mukanya.’’
Apabila nafs mendapatkan pencerahan dari
cahaya qalbu, maka dinding biliknya benderang memantulkan binar-binar kemulian.
Jiwa nafs yang melangit, merindu, dan menemukan wajah tuhan akan stabil
merasakan kehangatan cinta ilahi.
Pantaslah bahwa orang yang berhak
mendapatkan cinta Allah hayalah mereka yang
jiwanya tenang (nafsul muthmainah).
“Hai yang jiwa yang tenang.kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi dhiridhai-Nya.maka,masuklah kedalam
jamaah hamba-hamba-ku, dan masuklah ke dalam surga-ku.”(al-fajar:27-30)
Nafsul muthmainah adalah gelora batin
yang menampakan fu’ad dan shadar dalam bentuk nya yang yata,membumi ,dan memberikan
pantulan kepada lingkungan diri dan orang lain. Nafs berhak mendapatkan gelar”mutmainah”,selama
cara dirinya mempresentasikan perilaku ilahi dalam bentuk satu garis lurus (shirathal
mustakim),qalbuya salim penuh peyerahan diri kepada Allah,fu’ad-nya tajm untuk
memilih yang baik dan yang buruk dan shadr-nya bermuatan keinginan cinta yang
merindu. Nafs adalah penampakan wajah batin dan lahir yang penuh dengan
pengharapan untuk mendapatkan rahmat Allah.
Sebaliknys, nafs yang gelisah penuh api
membakar hanya akan mendapatkan gelar ammarotum bis suu’ ‘jiwa angkara’ apabila
dia menjadi muara kejahatan karena menampung
fu’ad dan shadr yang cacat, rusak dan busuk (defect,decay).
“Sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun
dan maha penyayang .”(Yusuf:53)
Apabila fu’ad disimbolkan berada
dalam kepala (otak hypothalamus), shadr dalam dada dan detak jantung, serta
dalam hawaa dalam rongga perut dan kelamin, maka nafs merupakan
perpanduan atau cakupan dari semuanya. Nafs adalah diri manusia itu sendiri.
Kewajiban fu’ad dan shadr
terlebih dahulu harus mampu mengendalikan dan menempatkan hawaa pada posisi
positif, serta mendorong seluruh saluran nya yang terbuka untuk diisi oleh hub
yang memancar dari qalbu, karena potensi hawaa yang negatif dan sudah dikuasai
oleh nyala api dunia, akan menjadi faktor pengurang bahkan menghapuskan seluruh
potensi qalbu lain menampung berbagai sinyal dan energy dan dari fu’ad dan shadr..
Hanyalah saja harap diperhatikan bahwa
walaupun hawaa sudah dikuasai, kulitas penampakan nafs akan
ditentukan pula oleh positif atau negatifnya diantara kedua potensi
tersebut.Sehingga ,dapat dikategorikan ke dalam empat kepribadian nafs yang
tampak di presepsi luar (dengan asumsi potensi hawaa adalah positif), yaitu
sebagai berikut:[2]
a.
Saghafa sa’adah
(kebahagiaan).
b.
Saghafa hazn
(kesedihan).
c.
Saghafa hammi
(kebimbangan).
d.
Saghafa majnun
(kegilaan).
C.
Pengertian Akal
Hal yang perlu di ingat adalah bahwa kata
al-‘aql (sebagai kata dasar) tidak di jumpai di dalam Al-qur’an al- Karim sama
sekali, melainkan kata devirasi atau bentuk jadian yang berupa kata kerjanya,
semisal ya’qilu, na’qilu, ta’qiluna, ya’qiluna, ‘aqillu yang mencapai 50 kata.[3]
Ada beberapa pengertian tentang aql.
Pertama, aql adalah potensi yang siap menerima pengetahuan teoritis. Kedua, aql
adalah pengetahuan tentang kemungkinan sesuatu yang mungkin dan kemuhalan
sesuatu yang mustahil yang muncul pada anak usia tamyiz, seperti pengetahuan
bahwa dua itu lebih banyak dari pada satu dan kemustahilan seseorang dalam
waktu yang bersamaan berada di dua tempat. Ketiga, aql adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman empirik dalam berbagai kondisi. Keempat ,aql
adalah potensi untuk mengetahui akibat sesuatu dan memukul syahwat yang
mendorong pada kelezatan sesaat.
Dengan demikian orang yang berakal
adalah orang yang didalam melalukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan
didasarkan pada akibat yang akan muncul bukan didasarkan pada syahwat yang
mendatangkan kelezatan sesaat. Aql yang pertama dan kedua merupakan bawaan
sedangkan aql yang ketiga dan keempat merupakan usaha.
Di dalam al-Qur`an, kata aql dalam
bentuk kata benda tidak ditemukan yang ditemukan di dalam al-Qur`an adalah kata
kerjanya yakni ya’qilun, ta’qilun dan seterusnya. Aqala ( fi’il Madli, kata
kerja lampau) berarti menahan atau mengikat. Dengan demikian al-A’qil (isim
fail) berarti orang yang menahan atau mengikat hawa nafsunya sehingga nafsunya
terkendali karena diikat atau ditahan. Sedangkan orang yang tidak mempunyai aql
tidak mengikat nafsunya sehingga nafsunya liar tak terkendali.[4]
D. Pengertian Ar Ruh
Ruh adalah pusat yang didalamnya
manusia tertarik dan kembali pada sumbernya. Ruh ini tidak bisa dilihat kecuali
oleh orang yang telah melepaskan “kedua dunia” ini. Ruh tidak ada di dalam
maupun di luar tubuh, tidak terikat maupun terlepas. Ia ada di dalam sekaligus
di luar, terikat dan terlepas.[5]
Al-ruh dalam pengertian pertama adalah
organik yang lembut yang kandungannya merupakan darah kental yang bersumber
dari rongga al-Qalb al-Jasmani. Melalui nadi-nadi yang berdenyut (al-‘uraq
ad-dawārib) didistribusikan mengalir ke
seluruh tubuh. Sirkulasi darah ke seluruh tubuh menimbulkan berkas-berkas
cahaya kehidupan, indera, persepsif, penglihatan, pendengaran, indera
penciuman, dari sana, dapat dimisalkan dengan timbulnya berkas-bekas cahaya dari
lampu dalam minyak lentera rumah. Para dokter, ketika menunjuk kata al-ruh
maksudnya adalah teminologi tersebut. Pengertian kedua, al-ruh
bermakna latifah yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang ada pada
manusia. Inilah salah satu makna diantara dua makna yang dimiliki kalbu.
Para ulama berbeda–beda dalam
mengartikan ruh. Sebagaian mengartikan kehidupan (al-hayah). Sementara menurut
al-Qusyairi, ruh adalah jisim yang halus bentuknya (sebagaimana malaikat,
setan) yang merupakan tempat akhlak terpuji. Dengan demikian ruh berbeda dengan
al-nafs dari sisi potensi positif dan negatif. Nafsu sebagai pusat akhlak
tercela sementara ruh sebagai pusat akhlak terpuji. Ruh juga merupakan tempat
mahabbah pada Allah. Dengan Ruh itulah Allah menciptakan manusia menjadi hidup
dan kehidupan manusia tumbuh berkembang karena adanya cahaya ilahi yang
memudahkan kita sebut dengan Hubb atau Cinta. Dengan cinta itulah seluruh alam
semesta termasuk manusia di ciptakan sehingga seluruh kepribadian manusia pada
awalnya di gerakkan oleh energi cahayatersebut mengisi seluruh pori dan syaraf
qalbu dengan cinta yang meng-Ilahi.[6]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
1. Qalbu yaitu
Qalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya kebenaran ilhaih, yaitu
ruh. Sebagaimana sejak alam ruh, kita telah melakukan kesaksisan kebenaran.
2.
Nafs yaitu muara
yang menampung hasil oleh fu’ad,
shadr, dan hawaa yang kemudian menampakkan
dirinya dalam bentuk perilaku
nyata dihadapan manusia lainnya.
3.
Akal yaitu menahan atau mengikat hawa nafsunya sehingga nafsunya terkendali
karena diikat atau ditaha, sedangkan
orang yang tidak mempunyai aql tidak mengikat nafsunya sehingga nafsunya liar
tak terkendali.
4.
Ar-ruh yaitu pusat
yang didalamnya manusia tertarik dan kembali pada sumbernya.
- Saran
1.
Diharapkan para
pembaca bisa memahami pengertian dari qalbu, nafs, akal, dan ar-ruh.
2.
Diharapkan kita dapat lebih dalam mempelajari akhlak
tasawuf.
3.
Diharapkan para pembaca bisa mengambil pelajaran dari
makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
http://tasawuf-psikoterapi-2012-ush-stainta.blogspot.com/2013/06/makalah-potensi-ruhaniah-manusia_21.html
diakses pada 02 oktober 2014 jam 08.49
Amatullah
Amstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung: Mizan, 1998).
Muhammad ‘Abdullah asy-Syarqawi, Sufisme dan Akal, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003).
Toto Tasmara, Kecerdasan
Ruhaniah (Transcendental Intelligence), (Jakarta: Gema Insani, 2001).
[1] Toto tasmara, kecerdasan
ruhaniah, gema insani, Jakarta, 2001, hal. 45-49
[3] Muhammad ‘abdullah asy-syarqawi,
sufisme dan akal, pustaka hidayah, bandung, 2003, hal. 55
[4]
http://tasawuf-psikoterapi-2012-ush-stainta.blogspot.com/2013/06/makalah-potensi-ruhaniah-manusia_21.html
diakses pada 02 oktober 2014 jam 08.49
[5] Amatullah Amstrong, Kunci
Memasuki Dunia Tasawuf, Mizan,Bandung, 1998, hal. 244
[6]
http://tasawuf-psikoterapi-2012-ush-stainta.blogspot.com/2013/06/makalah-potensi-ruhaniah-manusia_21.html
diakses pada 02 oktober 2014 jam 08.49
No comments:
Post a Comment