Saturday, 7 February 2015

qolbu, nafs, akal dan arrukh

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Bicara tentang manusia, tak bisa lepas dari dua aspek, yaitu jasmani dan rohani. Dua aspek inilah yang membentuk manusia, aspek jasmani membentuk fisik manusia agar tetap sehat. Sedang aspek rohani akan membentuk pribadi dan sifat manusia tersebut. Kedua aspek ini mempunyai potensi-potensi yang berbeda namun harus tetap seimbang.
Dalam makalah ini materi yang akan dibahas adalah tentang potensi ruhaniah yang dimiliki oleh manusia. Potensi ruhaniah yang dimiliki oleh manusia meliputi: qalbu nafs, akal, dan ruh. Disini akan dijelaskan definisi tentang qalbu, nafs, akal, dan ruh yang merupakan potensi ruhaniah yang ada pada tiap manusia.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian dari  qalbu?
2.      Bagaimana pengertian dari nafs?
3.      Bagaimana pengertian dari  akal?
4.      Bagaimana pengertian dari Ar- ruh?

C.    TUJUAN
1.      Menjelaskan pengertian dari qalbu.
2.      Menjelaskan pengertian dari nafs.
3.      Menjelaskan pengertian dari akal.
4.      Menjelaskan pengertian dari Ar-ruh.

D.    BATASAN MASALAH
Makalah ini hanya membahas tentang definisi dari qalbu, nafs, akal dan ar-ruh.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Qalbu
          Makna qalbu itu sendri yang bersifat kondisional (ahwal) dan tidak memiliki pengertian yang statis (maqmah). Qalbu tidak mungkin diukur dengan batasan-batasan atau dibatasi dengan batasan ukuran ukuran-ukuran yang pasti. Meminjamkan ungkapan dari pasal,”Le Coeur a ses rations que la raison neconnait pas” hati mempunyai akalnya sendiri yang tidak biasa dimengerti oleh akal budinya”. Pascal melanjutkan bahwa kebenaran hanya dapat diketahui jika kita mau mendengar suara hati (lagique de Coeur). Walaupun seharusnya lebih ditegaskan bahwa kebenaran hanya  mungkin diketahui dan dirasakan  nyata, apabila kita ,mau melaksanakan kata hati, bukan hanya mendengar.
         Qalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya kebenaran ilhaih, yaitu ruh. Sebagaimana sejak alam ruh, kita telah melakukan kesaksisan kebenaran.
        ‘’Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka (seranya berfirman),’Bukanlah Aku ini Tuhanmu?’ mereka menjawab,’ Betul (Enkau Tuhan kami), kami menjadi saksi..’’’ (al-A’raaf;172)
     Pengertian qalbu (bentuk masdar) dari qalbu yang artinya ‘berubah-ubah,berbolak-balik, tidak konsisten,berganti-ganti’. Pokok qalbu merepukan lokus atau tempat didalam wahana jiwa manusia yang merupakan titik  sentral atau awal dari segala awal yang menggerakan perbuatan manusia yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan. Qalbu juga merupakan saghafa atau hamparan yang menerima suara hati  (conscience) yang berasal dari ruh dan sering pula disebut dengan nurani (bersifat cahaya) yang menerangi atau memberikan arah kepada manusia untuk bertindak dan bersikap berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimilikinya.
      Dengan qalbu itulah, Allah ingin memanusiakan manusia, memuliakannya dari segala makhluk yang diciptakan–Nya. Sebaiknya, karena qalbu itu pula,manusia membinatangkan dirinya sendiri. Hal ini biasa terjadi dikarenakan bagi manusia. Itulah sebabnaya, Allah menepatkan qalbu sebagai sentral kesadaran manusia sehingga Allah sendiri tidak memperdulikan tindakan yang tampak kasat mata, bahkan Allah memaafkan kesalahan yang tidak dengan sengaja disuruhkan oleh hati nuraninya perbuat.
      Salah satu fungsi qalbu adalah merasakan dan mengalami; yang artinya dia mampu menangkap fungsi indrawi yang dirangkaum dan dipantulkan kehati ke dunia luar,dan proses ini kita sebut saja sebagai menghayati.Dengan demikian,didalam qalbu, selain memiliki fungsi indrawi, didalamnya ada ruhani, yaitu moral dan nilai-nilai etika; artinya dialah yang menentukan tentang rasa bermasalah, baik buruk, serta mengambil keputusan berdasarkan tanggung jawab moralnya tersebut.[1]

 B. Pengertian  Nafs
        Nafs adalah  muara yang menampung  hasil oleh fu’ad, shadr, dan hawaa yang kemudian menampakkan  dirinya dalam bentuk  perilaku nyata dihadapan manusia lainnya. Nafs yang  mempresentasikan dari ada (being) menjadi mengada (becoming). Dengan Nafas itulah manusia menampakkan dirinya di hadapan dunia. Ali r.a. berkata,’Tidak ada sesorang pun mampu menyembuyikan  sesuatu, kecuali akan tampak dari ucapan dan air mukanya.’’
      Apabila nafs mendapatkan pencerahan dari cahaya qalbu, maka dinding biliknya benderang memantulkan binar-binar kemulian. Jiwa nafs yang melangit, merindu, dan menemukan wajah tuhan akan stabil merasakan kehangatan cinta ilahi.
      Pantaslah bahwa orang yang berhak mendapatkan cinta Allah hayalah mereka yang  jiwanya tenang (nafsul muthmainah).
     “Hai yang jiwa yang tenang.kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi dhiridhai-Nya.maka,masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-ku, dan masuklah ke dalam surga-ku.”(al-fajar:27-30)
      Nafsul muthmainah adalah gelora batin yang menampakan fu’ad dan shadar dalam bentuk nya yang yata,membumi ,dan memberikan pantulan kepada lingkungan diri dan orang lain. Nafs berhak mendapatkan gelar”mutmainah”,selama cara dirinya mempresentasikan perilaku ilahi dalam bentuk satu garis lurus (shirathal mustakim),qalbuya salim penuh peyerahan diri kepada Allah,fu’ad-nya tajm untuk memilih yang baik dan yang buruk dan shadr-nya bermuatan keinginan cinta yang merindu. Nafs adalah penampakan wajah batin dan lahir yang penuh dengan pengharapan untuk mendapatkan rahmat Allah.
       Sebaliknys, nafs yang gelisah penuh api membakar hanya akan mendapatkan gelar ammarotum bis suu’ ‘jiwa angkara’ apabila dia menjadi muara kejahatan karena menampung   fu’ad dan shadr yang cacat, rusak dan busuk (defect,decay).
       “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun dan maha penyayang .”(Yusuf:53)
       Apabila fu’ad disimbolkan berada dalam kepala (otak hypothalamus), shadr dalam dada dan detak jantung, serta dalam hawaa dalam rongga perut dan kelamin, maka nafs merupakan perpanduan atau cakupan dari semuanya. Nafs adalah diri manusia itu sendiri.
      Kewajiban fu’ad dan shadr terlebih dahulu harus mampu mengendalikan dan menempatkan hawaa pada posisi positif, serta mendorong seluruh saluran nya yang terbuka untuk diisi oleh hub yang memancar dari qalbu, karena potensi hawaa yang negatif dan sudah dikuasai oleh nyala api dunia, akan menjadi faktor pengurang bahkan menghapuskan seluruh potensi qalbu lain menampung berbagai sinyal dan energy dan dari fu’ad dan shadr..
     Hanyalah saja harap diperhatikan bahwa walaupun hawaa sudah dikuasai, kulitas penampakan nafs akan ditentukan pula oleh positif atau negatifnya diantara kedua potensi tersebut.Sehingga ,dapat dikategorikan ke dalam empat kepribadian nafs yang tampak di presepsi luar (dengan asumsi potensi hawaa adalah positif), yaitu sebagai berikut:[2]
a.       Saghafa sa’adah (kebahagiaan).
b.      Saghafa hazn (kesedihan).
c.       Saghafa hammi (kebimbangan).
d.      Saghafa majnun (kegilaan).

C. Pengertian Akal
 Hal yang perlu di ingat adalah bahwa kata al-‘aql (sebagai kata dasar) tidak di jumpai di dalam Al-qur’an al- Karim sama sekali, melainkan kata devirasi atau bentuk jadian yang berupa kata kerjanya, semisal ya’qilu, na’qilu, ta’qiluna, ya’qiluna, ‘aqillu yang mencapai 50 kata.[3]
Ada beberapa pengertian tentang aql. Pertama, aql adalah potensi yang siap menerima pengetahuan teoritis. Kedua, aql adalah pengetahuan tentang kemungkinan sesuatu yang mungkin dan kemuhalan sesuatu yang mustahil yang muncul pada anak usia tamyiz, seperti pengetahuan bahwa dua itu lebih banyak dari pada satu dan kemustahilan seseorang dalam waktu yang bersamaan berada di dua tempat. Ketiga, aql adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman empirik dalam berbagai kondisi. Keempat ,aql adalah potensi untuk mengetahui akibat sesuatu dan memukul syahwat yang mendorong pada kelezatan sesaat.
Dengan demikian orang yang berakal adalah orang yang didalam melalukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan didasarkan pada akibat yang akan muncul bukan didasarkan pada syahwat yang mendatangkan kelezatan sesaat. Aql yang pertama dan kedua merupakan bawaan sedangkan aql yang ketiga dan keempat merupakan usaha.
Di dalam al-Qur`an, kata aql dalam bentuk kata benda tidak ditemukan yang ditemukan di dalam al-Qur`an adalah kata kerjanya yakni ya’qilun, ta’qilun dan seterusnya. Aqala ( fi’il Madli, kata kerja lampau) berarti menahan atau mengikat. Dengan demikian al-A’qil (isim fail) berarti orang yang menahan atau mengikat hawa nafsunya sehingga nafsunya terkendali karena diikat atau ditahan. Sedangkan orang yang tidak mempunyai aql tidak mengikat nafsunya sehingga nafsunya liar tak terkendali.[4]

D. Pengertian Ar Ruh
Ruh adalah pusat yang didalamnya manusia tertarik dan kembali pada sumbernya. Ruh ini tidak bisa dilihat kecuali oleh orang yang telah melepaskan “kedua dunia” ini. Ruh tidak ada di dalam maupun di luar tubuh, tidak terikat maupun terlepas. Ia ada di dalam sekaligus di luar, terikat dan terlepas.[5]
Al-ruh dalam pengertian pertama adalah organik yang lembut yang kandungannya merupakan darah kental yang bersumber dari rongga al-Qalb al-Jasmani. Melalui nadi-nadi yang berdenyut (al-‘uraq ad-dawārib) didistribusikan mengalir ke seluruh tubuh. Sirkulasi darah ke seluruh tubuh menimbulkan berkas-berkas cahaya kehidupan, indera, persepsif, penglihatan, pendengaran, indera penciuman, dari sana, dapat dimisalkan dengan timbulnya berkas-bekas cahaya dari lampu dalam minyak lentera rumah. Para dokter, ketika menunjuk kata  al-ruh maksudnya adalah teminologi tersebut. Pengertian kedua, al-ruh bermakna latifah yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang ada pada manusia. Inilah salah satu makna diantara dua makna yang dimiliki kalbu.
Para ulama berbeda–beda dalam mengartikan ruh. Sebagaian mengartikan kehidupan (al-hayah). Sementara menurut al-Qusyairi, ruh adalah jisim yang halus bentuknya (sebagaimana malaikat, setan) yang merupakan tempat akhlak terpuji. Dengan demikian ruh berbeda dengan al-nafs dari sisi potensi positif dan negatif. Nafsu sebagai pusat akhlak tercela sementara ruh sebagai pusat akhlak terpuji. Ruh juga merupakan tempat mahabbah pada Allah. Dengan Ruh itulah Allah menciptakan manusia menjadi hidup dan kehidupan manusia tumbuh berkembang karena adanya cahaya ilahi yang memudahkan kita sebut dengan Hubb atau Cinta. Dengan cinta itulah seluruh alam semesta termasuk manusia di ciptakan sehingga seluruh kepribadian manusia pada awalnya di gerakkan oleh energi cahayatersebut mengisi seluruh pori dan syaraf qalbu dengan cinta yang meng-Ilahi.[6]

BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
1.      Qalbu yaitu Qalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya kebenaran ilhaih, yaitu ruh. Sebagaimana sejak alam ruh, kita telah melakukan kesaksisan kebenaran.
2.      Nafs yaitu   muara yang menampung  hasil oleh fu’ad, shadr, dan hawaa yang kemudian menampakkan  dirinya dalam bentuk  perilaku nyata dihadapan manusia lainnya.
3.       Akal yaitu menahan atau mengikat hawa nafsunya sehingga nafsunya terkendali karena diikat atau ditaha,  sedangkan orang yang tidak mempunyai aql tidak mengikat nafsunya sehingga nafsunya liar tak terkendali.
4.      Ar-ruh yaitu  pusat yang didalamnya manusia tertarik dan kembali pada sumbernya.   


  1. Saran
1.      Diharapkan  para pembaca bisa memahami pengertian dari qalbu, nafs, akal, dan ar-ruh.
2.      Diharapkan kita dapat lebih dalam mempelajari akhlak tasawuf.
3.      Diharapkan para pembaca bisa mengambil pelajaran dari makalah ini.









DAFTAR RUJUKAN

Amatullah Amstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung: Mizan, 1998).
 Muhammad ‘Abdullah asy-Syarqawi, Sufisme dan Akal, (Bandung: Pustaka          Hidayah, 2003).
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence), (Jakarta:          Gema Insani, 2001).






[1] Toto tasmara, kecerdasan ruhaniah, gema insani, Jakarta, 2001, hal. 45-49
[2] Ibid., hal. 110-114
[3] Muhammad ‘abdullah asy-syarqawi, sufisme dan akal, pustaka hidayah, bandung, 2003, hal. 55
[5] Amatullah Amstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, Mizan,Bandung, 1998, hal. 244

No comments:

Post a Comment